Rembang – Anggota Komisi II DPRD Rembang, Gunasih memberikan sejumlah masukan, terkait wacana jalan tol Demak – Tuban, yang akan melintasi wilayah Kabupaten Rembang.
Politisi Partai Demokrat itu, kali pertama menyinggung tentang dampak sosial pembebasan lahan, perlu diantisipasi.
“Kita tahu sendiri kan bagi warga yang tanahnya kena jalan tol seakan-akan mendapatkan berkah, tapi kanan kirinya yang nggak kena, katakanlah seperti “musibah”. Soalnya, begitu kena jalan tol, akan langsung dipagar, lingkungan pun berubah, “ ucapnya, Senin (21/03).
Kemudian tentang pasokan material lokal untuk menunjang proyek jalan tol, sebisa mungkin menghindari batu kapur dijadikan urukan jalan tol.
“Eman-eman, sebaiknya pakai tanah uruk biasa saja, “ kata Gunasih.
Ia beralasan nilai ekonomis batu kapur dari Kabupaten Rembang sebenarnya sangat tinggi. Namun karena di sini tidak ada pabrik pengolahan, sehingga harganya merosot.
“Batu kapur kita selama ini dikirim ke Surabaya, Sidoarjo, kemana-mana. Harganya relatif masih murah memang. Tapi kalau ada pabrik pengolahan di sini, pasti harga akan terangkat, “ imbuhnya.
Daripada dipakai tanah uruk, Gunasih berharap lebih baik digunakan untuk cadangan pada masa mendatang, karena batu kapur sangat bermanfaat bagi dunia usaha cat, keramik dan masih banyak lagi yang lain.
“Meskipun katakanlah pemilik, menjual batu kapur untuk tanah uruk pun sudah untung ya, tapi kan kita mikirnya untuk jangka panjang, puluhan tahun kedepan. Mengingat, nilai ekonomisnya tinggi, “ terang legislator dari Desa Sendangmulyo Kecamatan Sluke ini.
Gunasih juga memberikan masukan agar Pemkab Rembang bergerak cepat memperjuangkan adanya jalur exit tol menuju Rembang, supaya kelak memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
“Harusnya mulai sekarang pak Bupati mulai mengajukan exit tol di Rembang, semoga saja sudah. Kalau Pemkab nggak bergerak, diem saja, ya nggak akan dapat, “ ujarnya.ekar
Ia mengisahkan pengalamannya ketika bergabung dalam Pansus DPRD yang membahas masalah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), kebetulan studi banding ke Pekalongan.
Pejabat di Pekalongan menyampaikan bahwa perjuangan untuk mendapatkan exit tol sangat luar biasa. Bahkan Bupati harus melobi ke berbagai pihak di tingkat pusat.
Tujuannya, agar jalur dari dan menuju jalan tol mengalami perkembangan. Termasuk sektor pariwisata akan merasakan imbasnya. Sebagai contoh, Ngawi – Jawa Timur. Daerah tersebut kini semakin tumbuh, karena banyak warga luar daerah harus masuk Tol Ngawi dulu, sebelum menuju daerah lain.
“Misal kita ke Jakarta, mau makan, exit tol dulu di Brebes, kemudian Ngawi, sekarang mau kemana-mana lewatnya Ngawi dulu. Orang Rembang mau ke Solo atau Jogja, pilih lewat Tol Ngawi. Jadi sepanjang jalan menjadi tumbuh, “ terangnya.
Kalau Rembang tidak kebagian exit tol, ia khawatir hanya akan menjadi perlintasan saja.
“Bisa jadi, Pati, Kudus atau Tuban akan memperjuangkan hal yang sama. Saya kira perlu lebih cepat dan memakai data argumen yang kuat, “ beber Gunasih.
Baginya, kebutuhan jalan tol merupakan bagian pokok saat ini untuk kelancaran transportasi antar daerah. Pasalnya, jalur Pantura semakin padat. Ketika terjadi kecelakaan atau jalan rusak, macetnya sangat parah, sehingga arus kendaraan harus dipecah.
“Dilihat dari kebutuhan, sangat urgent. Kita lihat sendiri bagaimana ketika Pantura Batangan, Pati diperbaiki, macetnya luar biasa. Kita dukung pembangunan jalan tol, minimal jalur (trase) nya segera diumumkan. Biar warga siap-siap menyambut pembebasan lahan, “ pungkasnya. (Musyafa Musa).