Sluke – Pengembangan tanaman kopi di Desa Rakitan, Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang menjadi tantangan bagi masyarakat setempat, serta petugas penyuluh pertanian.
Saat ini di kampung puncak perbukitan tersebut, sudah ada 3 ribuan tanaman kopi.
Koordinator Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Sluke, Marsam memperkirakan 1 – 2 bulan lagi, tanaman kopi sudah bisa dipanen. Rata-rata per pohon mampu menghasilkan 5 – 7 Kg kopi.
“Per pohon bisa dipanen 2 – 3 kali, “ ungkapnya.
Kopi di Desa Rakitan termasuk varietas Arabica yang memiliki ciri khas rasa agak asam. Menurutnya, kalau ingin dikembangkan, bisa dengan cara stek tanaman dari pohon kopi asli di Desa Rakitan. Namun apakah masyarakat sanggup menjawab tantangan itu, Marsam berharap ada yang memprakarsai menangkap peluang tersebut.
“Kita siap mendampingi dan mengarahkan. Soalnya ini bener-bener kopi Gunung Lasem, peninggalan zaman Belanda. Kalau stek ambil dari luar desa, rasanya akan lain, “ terang Marsam.
Marsam menambahkan belum lama ini dirinya sempat mendampingi Wakil Bupati Rembang, Mochamad Hanies Cholil Barro’ bersama komunitas warung kopi di Rembang, berkunjung ke puncak Desa Rakitan, untuk melihat potensi tanaman kopi.
Pemilik warung kopi siap bekerja sama menerima hasil panen kopi Desa Rakitan. Hanya saja kendala hasil panen yang masih terbatas, belum bisa menjamin keberlangsungan untuk jangka panjang. Mengingat budidaya kopi belum ditangani secara maksimal. Meski harganya termasuk lumayan, kisaran Rp 35 – 40 Ribu per Kg.
“Katakanlah 1 warung kopi per hari butuh 1 Kg, ada 6 Warkop. Sebulan berarti 180 Kg. Hitungannya ngepas kalau hal itu diterapkan, soalnya pengembangan kopi belum maksimal, “ bebernya.
Selama ini kopi yang masuk ke wilayah Kabupaten Rembang dan dijual oleh warung maupun toko, kebanyakan disuplai dari luar daerah, seperti Pati, Temanggung Jawa Tengah dan Malang, Jawa Timur. Sedangkan kopi-kopi lokal dari Pegunungan Lasem, pemasarannya masih skala terbatas. (Musyafa Musa).