Belajar Dari Pulau Marongan Yang Kini Tinggal Kenangan
Pulau Marongan sudah tertutup air, hanya menyisakan beberapa batu karang.
Pulau Marongan sudah tertutup air, hanya menyisakan beberapa batu karang.

Kaliori – Pulau Marongan, pulau ini terletak di pantai utara Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, tepatnya sebelah utara Dusun Ngelak, Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori.

Menurut catatan Wikipedia, Pulau Marongan dulu luasnya mencapai 6 hektar, ditumbuhi semak dan pepohonan. Era tahun 1990 an daratannya masih menggoda untuk disinggahi. Ketika masyarakat menggelar lomban atau pesiar laut, Pulau Marongan selalu menjadi tujuan utama.

Namun karena ulah manusia berupa pengambilan karang besar-besaran, setelah tahun 2000 an mengakibatkan pulau tak berpenghuni tersebut semakin tergerus ombak dan sekarang akhirnya tenggelam oleh gempuran abrasi.

Saya ditemani sejumlah warga Dusun Wates, Desa Tasikharjo – Kaliori, Jum’at pagi (13/08) mencoba melihat, seperti apa kondisi terkini Pulau Marongan.

Kami berangkat dari kawasan wisata Pantai Pasir Putih Wates, menggunakan sebuah perahu menuju arah barat laut. Butuh waktu sekira 20 an menit, kami tiba di Pulau Marongan.

Dulu daratan yang luas, kini semua sudah tertutup air. Hanya beberapa meter batu-batu karang hitam tampak menyembul di balik deburan ombak. Kasihan melihatnya, padahal dulu Pulau Marongan sangat terkenal. Keserakahan manusia dibalas oleh murka alam yang meratakan semuanya.

Sarmudan, seorang tokoh warga Dusun Wates, mengatakan di atas Pulau Marongan terdapat 3 buah makam, namun tidak diketahui pasti makam siapa. Saat ombak pasang, makam tertutup air.

“Kalau siang nggak nampak mas. Cuma kalau pas ombak surut malam hari, daratannya akan lebih luas, kemungkinan sisa makam bisa terlihat, “ ungkapnya.

Sarmudan menambahkan Pulau Marongan memiliki riwayat mistis dan keunikan tersendiri. Dulu banyak sekali warga luar daerah berdatangan ke pulau tersebut. Mulai sekedar tirakat, hingga konon mencari pesugihan.

“Kadang ada rombongan datang, berkatan di situ, makan bareng sebagai bentuk rasa syukur. Mayoritas bukan warga sini. Dulu juga ada juru kuncinya, tapi sekarang nggak ada, “ imbuh Sarmudan.

Seiring waktu bergulir, hampir tak ada lagi pengunjung datang ke Pulau Marongan. Hanya kaum nelayan yang masih sering melaut di sekitarnya. Nah..dari kisah tenggelamnya Pulau Marongan, kita belajar untuk lebih peduli dengan alam, agar alam memberikan nilai tambah bagi peradaban manusia.

Jaga dan rawatlah dia, seperti anda menyayangi keluarga. (Musyafa Musa).

News Reporter

Tinggalkan Balasan