Reaktivasi Jalur Rel Semarang – Lasem Dipercepat, Pakai Jalur Baru Atau Lama ?
Bekas Stasiun Rembang kini dipenuhi pertokoan. (Foto atas) Seorang warga menunjukkan peralatan untuk mengatur jalur rel, yang masih ada di dalam kompleks stasiun.
Bekas Stasiun Rembang kini dipenuhi pertokoan. (Foto atas) Seorang warga menunjukkan peralatan untuk mengatur jalur rel, yang masih ada di dalam kompleks stasiun.

Rembang – Diperkirakan proyek reaktivasi rel kereta api Semarang – Rembang – Lasem, 70 % diantaranya akan menggunakan jalur baru.

Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Tengah yang berasal dari Desa Soditan, Kecamatan Lasem, Abdul Aziz mengatakan informasi yang ia terima dari Dinas Perhubungan Jawa Tengah setelah melakukan diskusi dengan pihak terkait, menyebutkan reaktivasi rel kereta api Semarang – Lasem 70 % memakai jalur baru, sedangkan 30 % dimungkinkan mengoptimalkan jalur lama.

Hal itu karena bekas rel kereta api yang lama tidak dioperasikan, sudah banyak berubah menjadi kawasan perumahan dan pertokoan, sehingga kondisinya terlalu padat.

“Mereka punya komitmen 70 % pakai jalur baru. Trase (rute) lama sudah terlalu kompleks masalahnya. Jadi kebijakan yang diambil, lebih banyak pakai jalur baru. Itu komitmen yang kami dengar dari pihak terkait, setelah terlibat dalam diskusi intensif perencanaan, “ ungkapnya, Kamis (18 Maret 2021).

Aziz menambahkan dirinya aktif mengawal reaktivasi rel kereta api Semarang – Lasem, karena sangat dinantikan masyarakat. Lebih-lebih Lasem diproyeksikan oleh pemerintah pusat menjadi Kota Pusaka, sehingga kelak diharapkan tumbuh sebagai kawasan wisata sejarah.

“Kalau sudah ada kereta api, tentu akan memudahkan akses wisatawan, ” ucapnya.

Menurutnya, tahun ini sudah muncul anggaran untuk investigasi trase atau rute, karena proyek tersebut akan dipercepat.

“Betul memang dipercepat, karena muncul desakan dari banyak pihak. Kalau dana nggak ada refocusing untuk Covid-19, harusnya tahun ini sudah ada kegiatan investigasi trase jalurnya, “ terang Aziz.

Politisi PPP yang biasa dipanggil Gus Aziz ini membeberkan apabila investigasi jalur selesai, perkiraan tahun 2022 dilanjutkan dengan mematangkan desainnya dan tahun 2023 peletakan batu pertama.

Ia berpendapat moda transportasi kereta api lebih efektif, karena sifatnya massal dan bisa mengurangi kesemrawutan jalur Pantura yang didominasi kendaraan berat. Apalagi nilai investasi jalur kereta api per kilo meter diprediksi hanya habis sekira Rp 25 Miliar, berbeda jauh dengan jalan tol yang investasinya rata-rata melampaui Rp 120 Miliar setiap 1 kilo meter.

Sebelumnya, jalur rel kereta api Semarang – Lasem sudah pernah ada sejak pemerintahan Belanda. Stasiun Lasem yang terletak di Desa Dorokandang, dibangun antara tahun 1883 – 1900, menjadi satu jalur dengan Stasiun Rembang dan menghubungkan daerah-daerah lain.

Memasuki tahun 1989, Stasiun Lasem ditutup, karena dianggap tidak efisien, akibat mulai banyaknya angkutan umum kala itu. (Musyafa Musa).

News Reporter

Tinggalkan Balasan