Komisi IX DPR RI Beri Solusi, Soal Legalitas Perawat Dan Bidan Tanpa SK
Dian Indah Kusumaning Ayu, perawat honorer di Rembang. (Foto atas) PPNI Kab. Rembang bersama anggota DPR RI, Edy Wuryanto menemui Bupati Rembang, Selasa (16/03).
Dian Indah Kusumaning Ayu, perawat honorer di Rembang. (Foto atas) PPNI Kab. Rembang bersama anggota DPR RI, Edy Wuryanto menemui Bupati Rembang, Selasa (16/03).

Rembang – Saat ini masih cukup banyak tenaga kesehatan perawat maupun bidan yang bekerja tanpa legalitas. Jangankan surat keputusan (SK), mereka juga belum mengantongi surat keterangan dari Kepala Dinas Kesehatan setempat. Meski bekerja di fasilitas kesehatan naungan pemerintah.

Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kabupaten Rembang, Tabah Tohamik mencontohkan di Kabupaten Rembang sedikitnya 90 an orang perawat dan 80 an bidan bekerja tanpa SK. Padahal dalam skema pegawai di lingkungan pemerintah hanya ada 2, yakni aparatur sipil negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah Perjanjian Kerja (PPPK).

“Minimal ada surat keterangan, “ tuturnya.

Tabah menambahkan pada hari Selasa (16 Maret 2021) pihaknya sudah menyampaikan masalah tersebut kepada Bupati Rembang, Abdul Hafidz dan mendapatkan respon positif.

“Bagaimanapun penurunan Covid-19 tidak bisa dilepaskan dari peran tenaga honorer, “ imbuh Tabah.

Dian Indah Kusumaning Ayu, perawat warga Desa Landoh, Kecamatan Sulang yang tergabung dalam Gerakan Nasional Perawat Honorer Indonesia (GNPHI) mengatakan rekan-rekannya yang bekerja di Puskesmas menerima honor berbeda-beda, sesuai kemampuan Puskesmas.

Mulai nominal Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu per hari. Jika dibandingkan dengan beban kerja pada masa pandemi saat ini, menurut mereka belum sebanding.

“Kalau saya di PSC Dinas Kesehatan sudah Rp 60 ribu per hari, “ ucapnya.

Kusumaning Ayu menambahkan data nama perawat honorer, lengkap dengan masa pengabdian telah diserahkan Bupati Rembang. Ia berharap nantinya mendapatkan surat keterangan, sehingga bisa menjadi syarat pengajuan sebagai Pegawai Pemerintah Perjanjian Kerja (PPPK).

“Kalau guru honorer sudah ada surat keterangan dari kepala dinas. Kita juga butuh surat keterangan. Apalagi ada juga rekan kami yang mengabdi selama 16 tahun. Semua data sudah kami serahkan ke pak Bupati, “ imbuh Ayu.

Bupati Rembang, Abdul Hafidz menanggapi dirinya langsung memerintahkan Dinas Kesehatan untuk mengambil langkah-langkah, menindaklanjuti masalah tersebut.

“Kalau berupa surat keterangan, si A kerja di mana, mengabdi berapa tahun, Dinas Kesehatan sudah saya perintahkan. Kalau di Dinas Pendidikan, meski guru honorer sistemnya sudah ada memang, “ papar Hafidz.

Sementara itu, Edy Wuryanto, anggota Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan dan ketenagakerjaan saat mengisi masa reses di Sekretariat PPNI Kabupaten Rembang, hari Selasa (16/03) membenarkan pemerintah akan memprioritaskan pengangkatan guru, tenaga kesehatan dan penyuluh.

Kuncinya adalah, data tenaga kesehatan harus terhubung dengan Kementerian Kesehatan. Maka data dari daerah didorong masuk dulu dan jangan sampai terlambat.

“Kita koordinasi dengan kabupaten/kota, jangan sampai datanya nggak terkoneksi dengan Kementerian Kesehatan. Saya ingin memastikan datanya masuk dulu, “ tandasnya.

Edy Wuryanto menambahkan target paling realistis, minimal mereka diangkat menjadi PPPK. Mengingat untuk seleksi pegawai negeri atau ASN dibatasi usia maksimal 35 tahun.

“Kita prioritaskan untuk yang sudah lama mengabdi dan umurnya mendekati batas maksimal, “ imbuh Edy.

Edy yang merupakan Ketua PPNI Jawa Tengah ini menyampaikan Komisi IX DPR RI telah membentuk Panitia Kerja (Panja) Perekrutan PNS Tenaga Kesehatan. Salah satu tujuannya, guna memastikan posisi tenaga kesehatan, dari sisi legalitas maupun kesejahteraan. (Musyafa Musa).

News Reporter

Tinggalkan Balasan