

Kragan – Aksi warga dan para pegiat lingkungan yang menyisir kawasan hutan di sebelah selatan Desa Woro, Kecamatan Kragan, memperkuat dugaan keberadaan macan kumbang atau biasa disebut pula Panther.
Jejak macan dengan warna kulit hitam legam ini, sempat diketahui sejumlah orang. Namun hingga sekarang, mereka belum berhasil mendokumentasikan secara visual.
Seorang tokoh warga Desa Woro, Kecamatan Kragan, Supriyanto mengaku Kamis sore (12/11) bersama dengan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) Rembang menelusuri hutan Desa Woro, hutan tropis yang masih sangat lebat.
“Hutan di sini lebat banget mas, kera masih banyak, babi hutan, berbagai jenis burung, “ ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, ia bertemu dengan warga yang kebetulan melihat langsung keberadaan macan kumbang. Diinformasikan pergerakannya sangat gesit, sehingga tidak sampai diabadikan melalui sebuah foto atau video.
Sejak sejumlah ternak kambing milik warga Desa Woro mati misterius dengan bekas cakaran dan luka di bagian leher, masyarakat dari 3 desa yakni Desa Woro, Desa Watu Pecah Kecamatan Kragan serta Desa Bendo Kecamatan Sluke bergabung menjadi satu, untuk melakukan perburuan.
“Istilahnya nyanggrong, kemudian saat menyusuri hutan, menemukan bukti tulang belulang diperkirakan tulang rusa, babi dan kambing, yang diduga kuat usai dimangsa macan kumbang. Sebenarnya jauh sebelum kejadian ini, warga yang jaga durian dan duku, sudah pernah melihat kok, “ beber Supriyadi.
Supriyadi memprediksi macan kumbang turun mendekati permukiman penduduk, karena hewan yang menjadi mangsanya banyak turun gunung untuk mencari air, akibat musim kemarau.
Kelak setelah musim penghujan, pohon-pohon di dalam hutan mulai berbuah, kera, rusa, maupun babi hutan akan kembali masuk hutan. Otomatis si macan kumbang pun betah di dalam hutan dan tidak lagi menyatroni kandang ternak milik warga.
“Saya kira ini karena populasi mangsa di dalam hutan berkurang, jadi macan kumbang ikut turun gunung, “ imbuhnya.
Jika muncul lagi, ia berharap hewan tersebut jangan sampai ditembak mati. Selama tidak membahayakan masyarakat, baginya lebih baik dihalau saja.
“Ini hewan langka, harus tetap dilindungi. Kalau dijebak, kelihatannya sulit medannya mas, “ pungkas Supriyadi. (Musyafa Musa).