Rembang – Sore itu saya menyusuri sebuah jalan di pojok barat perkampungan Desa Kabongan Kidul, Kota Rembang, Jawa Tengah, dekat dengan akses jalur Pantura Semarang – Surabaya.
Di ujung gang, perhatian saya tertuju pada sebuah rumah kayu, dengan halaman agak luas. Sayup-sayup terdengar suara lantunan ayat kitab suci Alqur’an. Dari sinilah baru tahu, ternyata rumah ini bukan sembarang rumah.
Yahh..namanya Rumah Qur’anMu. Saya ditemui seorang pengasuh Rumah Qur’anMu, Umi Lestari. Umi mengisahkan rumah ini merupakan milik warga, yang dipinjam pakaikan sejak tahun 2017 lalu untuk kegiatan dakwah, menjalankan program Rumah Qur’an.
“Statusnya rumah warga, tapi beliau yang punya menghibahkan hak pakai untuk program Rumah Qur’an, “ kata Umi.
Rumah Qur’an memiliki visi mewujudkan generasi sahabat Al-qur’an, sehingga terwujud pribadi muslim yang sebenar-benarnya. Misinya, meretas sahabat Al-Qur’an yang hatinya selalu terpatri pada Al-Qur’an, dan mengamalkan isi Al-Qur’an dengan penuh keikhlasan.
Selain itu, mentradisikan 5 M, yakni membacanya, memahaminya, menghafalnya, mengamalkannya dan mendakwahkannya. Menurut Umi, di Rumah Qur’an Desa Kabongan Kidul terdapat 10 orang santri perempuan dan 1 pengasuh. Untuk santri laki-laki dipusatkan di lokasi berbeda, yakni Rumah Qur’an Desa Sawahan, Rembang.
Selain aktivitas membaca dan menghafal Al-Qur’an, para santri juga menempuh pendidikan formal, rata-rata mereka duduk di bangku sekolah SMK. Kegiatan mengaji dilakukan sehabis sholat subuh, seusai sholat ashar, dan Maghrib. Sehabis sholat Isya, dilanjutkan dengan melakukan kajian kitab.
Umi berharap kepada para santri kelak ketika sudah meninggalkan Rumah Qur’an, mereka dapat mengamalkan ilmu di kampung halamannya masing-masing.
“Kita juga belajar tafsir, supaya memahami kandungan kitab suci Al-Qur’an. Saat ini ada santri dari Gunem, Sulang, Lasem maupun Blora. Kita berharap ilmu yang diperoleh dari sini, dapat ditularkan kepada masyarakat, “ terangnya.
Salah satu santriwati, Mar’atun Afifah mengaku kali pertama mendengar keberadaan Rumah Qur’anMu dari rekannya yang kebetulan lulusan tempat tersebut. Ia tertarik bergabung. Gayung pun bersambut, karena orang tuanya juga ikut mendukung.
“Ada temen lulusan sini cerita, saya tertarik. Alhamdulilah orang tua mendukung, “ kenangnya.
Mar’atun tak kesulitan membagi waktu, antara sekolah formal dengan mengaji dan menghafal Al-Qur’an. Ia tinggal menjalankan jadwal yang sudah disusun oleh pengasuh. Dengan sistem asrama, menurutnya menjadi lebih fokus.
Bagi santri yang sudah dianggap mampu, diberi tugas mengampu Taman Pendidikan Alqur’an (TPQ), mengajari anak-anak kecil di Desa Kabongan Kidul dan sekitarnya.
Remaja dari Desa Sudo, Kecamatan Sulang ini bersyukur bisa bergabung di Rumah Qur’anMu, karena mendapatkan komunitas yang baik.
“Seneng bisa membantu saya jadi pribadi lebih baik, “ pungkasnya.
Meski Rumah Qur’anMu diinisiasi oleh Muhammadiyah, namun dalam keseharian tidak pernah membeda-bedakan asal-usul santri. Bahkan mereka banyak pula datang dari keluarga kaum Nadhliyin, untuk bersama-sama mensyi’arkan ajaran kitab suci Al-Qur’an. (Musyafa Musa).