

Rembang – Ketika terjadi serangan hama ulat, petani tembakau dilarang menyemprot dengan menggunakan pestisida. Tapi ulat harus diambil dan dimatikan secara manual.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Rembang, Maryono mengakui hama ulat sempat merebak pada waktu tanaman tembakau berusia 45 hari. Namun saat ini berangsur-angsur sudah mulai terkendali.
Ia membenarkan meski banyak ulat, petani tidak boleh mengatasinya melalui penyemprotan pestisida. Hal itu termasuk standar operasional yang ditetapkan oleh perusahaan mitra.
“Kita kontrak sama perusahaan, intinya ada 3 yang dihindari, yakni hindari kandungan garam, aman dari material plastik dan aman dari residu negatif, termasuk pestisida, “ terangnya, Minggu (26 Juli 2020).
Maryono menambahkan saat ini tembakau yang ditanam para petani di Kabupaten Rembang terdapat 2 macam varietas, yakni Marem 1 dan Marem 2. Pada awalnya sebagian petani menganggap jenis Marem 2 jelek, karena jumlah daun kurang dari 20 helai. Namun sebenarnya dari sisi produksi sama saja, karena panjang dan lebar daunnya lebih besar, ketimbang Marem 1.
“Memang yang Marem 1 24 – 25 helai, kalau Marem 2 rata-rata 18 helai. Tapi insyaallah sama, “ imbuh Maryono.
Maryono yang juga petani tembakau di Desa Karangharjo Kecamatan Sulang tersebut memperkirakan total luas lahan tembakau tahun ini mencapai 7 ribuan hektar, terdiri dari kemitraan maupun non kemitraan.
“Yang bermitra dengan PT. Sadana Arif Nusa diperkirakan luasnya 5 ribuan hektar, sedangkan 2 ribuan hektar di luar kemitraan, “ pungkasnya. (Musyafa Musa).