Rembang – Kasus pasien Covid-19 meninggal dunia untuk kali pertama di Kabupaten Rembang, memicu pertanyaan dari sebagian kalangan, apakah ada penyakit penyerta dari pasien tersebut.
Reporter R2B, Jum’at siang (29 Mei 2020) mewawancarai dr. Mulyadi Subarjo, dokter spesialis paru-paru RSUD dr. R. Soetrasno Rembang, yang menangani pasien Covid-19.
dr. Mulyadi mengakui saat kali pertama menerima pasien dari Kecamatan Kaliori tersebut, kondisinya sudah mengalami sesak nafas akut. Seiring perjalanannya, pasien mengalami kerusakan pada jaringan paru-paru. Dites swab sebanyak 2 kali, positif Covid-19.
“Tidak semua pasien terjadi seperti ini, tergantung imunitas atau daya tahan tubuh masing-masing, “ ungkapnya.
Berdasarkan hasil pengecekan medis, tidak ditemukan penyakit penyerta, misalnya darah tinggi, diabetes maupun yang lain. Hanya saja pihaknya mengevaluasi, kenapa kondisi pasien semakin memburuk. Ada sejumlah faktor resiko, diantaranya berusia di atas 50 tahun (tepatnya 56 tahun-Red), sehingga memiliki daya tahan tubuh tidak sebagus pasien yang berusia lebih muda, kemudian faktor berikutnya pasien adalah seorang perokok aktif.
“Kami sampaikan bahwa pasien tidak memiliki penyakit penyerta. Tapi ada faktor resiko, usia sudah 56 tahun mempengaruhi daya tahan tubuh dan juga faktor perokok. Maka saya menyarankan budaya tidak sehat seperti merokok, sebaiknya dihentikan. Selain itu profesi pasien sebagai sopir turut memicu faktor kelelahan, “ urai dr. Mulyadi.
Dokter asli warga Desa Kabongan Kidul, Rembang ini menambahkan kalau merujuk 3 orang pasien positif Covid-19 sebelumnya yang dinyatakan sembuh, usia mereka relatif jauh lebih muda. Di samping itu, ketiga-tiganya juga tidak merokok.
“Termasuk pasien Covid-19 yang paling lama kami rawat dari Kecamatan Rembang Kota itu, dia tidak perokok. Ini hanya sebagai data pembanding saja ya, terlepas meninggalnya seseorang sudah menjadi garis takdir Yang Maha Kuasa, “ imbuhnya.
Lalu bagaimana dengan isteri pasien yang diketahui reaktif saat dirapid test ? Sesuai prosedur kalau tidak mengalami gejala atau keluhan, dr. Mulyadi membenarkan cukup isolasi mandiri di rumah saja. Tentunya isolasi harus dijalankan secara ketat. Tapi begitu muncul gejala klinis, baru bisa diteruskan untuk menjalani perawatan.
“Orang tanpa gejala (OTG) seperti itu, cukup isolasi mandiri. Dipastikan isolasi berjalan dengan baik. Kabarnya dipantau ketat oleh pihak Puskesmas setempat, ada monitoring setiap hari, “ terangnya.
Dokter berusia 42 tahun ini berpesan kepada masyarakat untuk berpikir secara rasional dalam menghadapi wabah Covid-19 ini. Menerapkan pola hidup sehat dan tetap optimis merupakan kunci penting.
“Kalau masyarakat enjoy menjalankan protokol kesehatan, selalu berpikir positif, itu juga bisa meningkatkan imunitas dan mencegah terpapar kena Covid-19, “ pungkasnya. (Musyafa Musa).