Lasem – Sejumlah orang ini bukanlah warga kaya yang bergelimang harta. Mereka “hanyalah” tukang penyedot WC dengan orderan tidak menentu.
Tapi rasa kepeduliannya, membuat kebanyakan orang akan terpana, karena ditengah menghadapi kesulitan akibat pandemi corona, tukang sedot WC ini giat membagi-bagikan penghasilannya untuk warga tidak mampu.
Adalah Dista Arfian Nur Handika, warga Desa Dorokandang Kecamatan Lasem. Pria berusia 28 tahun yang sejak tahun 2019 ini mengabdi sebagai guru honorer di SMK NU Pamotan, berawal pagi itu duduk termangu di depan rumahnya. Sejak sekolah diliburkan akibat penyebaran Covid-19, ia mengajar dari rumah, sehingga mempunyai banyak waktu luang.
Sang ibu yang berprofesi sebagai pedagang kaki lima sudah sebulan terakhir tidak berjualan, akibat sepinya pembeli. Ia merasa trenyuh, apalagi di lingkungan sekitar tempat tinggalnya banyak anak yatim, maupun kaum lanjut usia (Lansia) jompo yang kondisinya jauh lebih memprihatinkan.
“Sebelum pandemi Corona mereka sudah kesulitan. Kalau sekarang, semakin terjepit kehidupannya. Ketimbang ibu saya, mereka tentu lebih terdampak, “ tutur Dista.
Di tengah lamunannya, tiba-tiba ada tetangganya pensiunan polisi, Wisnu “Wiwik” Santoso (59 tahun) melintas. Wisnu kini lebih banyak menekuni kegiatan sedot WC, setelah purna tugas. Dista pun menghentikan laju kendaraan Wisnu. Sempat malu-malu, Dista menawarkan bagaimana kalau dirinya ikut bergabung sebagai tukang sedot WC, kemudian penghasilan yang diperoleh disisihkan untuk warga tidak mampu.
“Kebetulan pak Wiwik mau berangkat nyedot WC. Seketika terlintas keinginan untuk ikut. Pak Wiwik langsung menerima, “ imbuhnya.
Dista mengaku lega, ternyata setali tiga uang, Wisnu menyambut baik dan tidak butuh waktu lama, sang guru honorer langsung menjajal pekerjaan barunya, tukang sedot WC. Sebuah profesi yang bagi kebanyakan orang menjijikkan, sekaligus butuh nyali kuat untuk melawan bau tidak sedap.
Pria jebolan sarjana yang pernah mengajar di daerah tertinggal Sumba Barat Daya Nusa Tenggara Timur (NTT) ini menceritakan aktivitas sedot WC dijalankan ketika tugasnya mengajar dari rumah untuk siswa SMK NU Pamotan selesai. Begitu sedot WC rampung, uang bagiannya disumbangkan kepada warga miskin dan anak yatim. Ia berharap meski nominalnya tidak seberapa, namun bisa membantu kehidupan mereka.
“Saya pak Wiwik dan rekan kerja lainnya sepakat, bayaran dari sedot WC sebagian dibagikan kepada warga tidak mampu yang lebih membutuhkan. Sedangkan kami ambil sebagian saja, “ ungkap Dista.
Sementara itu, Wisnu “Wiwik” Santoso menyatakan salut dengan ide yang dilontarkan Dista Arfian Nur Handika. Ia tak menyangka pria yang dari penampilan luarnya lebih pantas bekerja menjadi pegawai kantoran ini, justru mau bergelut dengan dunia septic tank.
“Kebetulan saya juga kepikiran seperti itu. Ndilalah ada mas Dista, malah jadi tambah semangat, “ bebernya.
Wiwik menambahkan sekali sedot WC, biayanya rata-rata Rp 650 ribu. Ia senang usahanya semakin lancar. Sebagai bentuk rasa syukur, sebagian penghasilan dibagikan kepada fakir miskin, terutama bagi warga sekitar Dorokandang.
“Paling tidak untuk menyambung hidup sehari-hari. Kita prioritaskan warga yang cacat atau sakit permanen, sama anak yatim, “ terang Wiwik.
Menurut Wiwik tidak perlu menunggu kaya dulu untuk sekedar berbagi dengan sesama. Justru ia meyakini dari berbagi itulah, yang akan melipatgandakan rezekinya.
“Apalagi sekarang bulan suci Ramadhan. Semoga berkah untuk saya, keluarga saya dan warga lainnya, “ pungkas mantan anggota Polsek Lasem berpangkat Brigadir Polisi Kepala (Bripka) ini. (Musyafa Musa).