

Rembang – Hampir 40 an orang perangkat desa dari Kecamatan Sumber dan Kecamatan Kaliori menggeruduk gedung DPRD Rembang, Senin (18/02). Mereka menuntut supaya masa jabatan perangkat desa maksimal sampai usia 65 tahun. Padahal Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Bupati (Perbup) sudah membatasi maksimal hanya 60 tahun, sesuai dengan Undang-Undang Desa maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri terbaru.
Suminto, salah satu perwakilan perangkat desa menyampaikan 3 butir tuntutan. Diantaranya, masa jabatan perangkat desa hingga umur 65 tahun, validasi SK perangkat desa yang masa jabatannya 65 tahun, serta moratorium (penghentian sementara) pemberhentian perangkat desa hingga ada kejelasan. Perangkat desa dari Sidomulyo Kecamatan Kaliori ini beralasan jika diberlakukan batas maksimal 60 tahun, maka dalam waktu dekat ini akan cukup banyak perangkat desa diberhentikan.
“Kami menuntut hak, minta kepada DPRD Rembang untuk memfasilitasi, “ jelas Suminto.
Dalam aksi yang dikawal aparat kepolisian ini, perangkat desa menggelar tahlil di depan gedung DPRD atau pinggir jalur Pantura Semarang – Surabaya. Setelah itu, melakukan audiensi dengan jajaran DPRD dan pihak Pemkab Rembang di ruang paripurna DPRD.
Anggota DPRD Rembang dari Kecamatan Kaliori, Yudianto mengemukakan sebelum Peraturan Menteri Dalam Negeri diberlakukan, perangkat desa tetap menjalankan tugasnya sampai habis masa jabatan berdasarkan SK pengangkatan. SK pengangkatan yang dipakai landasan Perda No. 10 tahun 1982, berbunyi perangkat desa bisa diberhentikan, salah satunya karena berusia 65 tahun. Kemudian pada Undang-Undang Desa mencantumkan perangkat desa yang tidak berstatus sebagai pegawai negeri sipil tetap melaksanakan tugasnya, sampai akhir masa tugas.
“Ini yang jadi landasan rekan-rekan perangkat desa. Menurut saya seperti itu, tapi aturan hukum kan bisa ditafsirkan macam-macam, “ kata Yudianto.
Yudianto mengaku agak ceriwis terkait masalah tersebut, supaya penerapan hukum tata negara di Kabupaten Rembang tidak melenceng, seperti halnya Peraturan Bupati yang memuat penjaringan bakal calon kepala desa, beberapa waktu lalu direvisi di tengah jalan. Apalagi Kabupaten Rembang tahun ini akan menggelar Pilkada, diharapkan tidak muncul kegaduhan akibat peraturan yang multi tafsir. Meski demikian ia meminta perangkat desa bersabar.
“Mosok bedo dengan Kabupaten Semarang, Kabupaten Magelang, Blora, Pati sama-sama menjalankan Peraturan Mendagri. Tidak usah kesuwen merubah Perda. Kalau Mendagri ok, langsung dirubah Perbupnya. Tapi mohon temen-temen bersabar. DPRD dan Pemda akan gerak cepat, agar ada solusi terbaik, “ tandasnya.
Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra, Achmad Mualif mengatakan, ada perbedaan penafsiran dalam membaca Pasal 12 Ayat 1 Permendagri Nomor 83 Tahun 2015, yang disempurnakan Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 tentang pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa. Dimana dijelaskan, di Permendagri yang baru perangkat desa yang diangkat sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini tetap melaksanakan tugasnya sampai habis masa tugasnya berdasarkan surat pengangkatan.
“Yang jadi perdebatan di Permendagri No 83 tahun 2015 yang diubah Permendagri No 67 Tahun 2017 Pasal 12 ayat 1 : ” Perangkat desa yang diangkat sebelum ditetapkannya peraturan Menteri ini tetap melaksanakan tugas sampai habis masa tugasnya berdasarkan surat keputusan pengangangkatannya,” terangnya.
Anggota DPRD, Gunasih menyatakan seandainya ada SK pengangkatan perangkat desa dirinci sampai usia 65 tahun, maka yang bersangkutan bisa menjabat sampai 65 tahun. Sayangnya SK tidak menyebutkan detail seperti itu. Untuk menjawab keragu-raguan tersebut, ia menyarankan konsultasi langsung dengan Kementerian Dalam Negeri.
“Bapak-bapak nggak salah datang ke sini, karena punya dasar. Memang masih multi tafsir. Lebih baik ditanyakan sama yang membuat peraturan menteri, karepe piye. Kita siap mendampingi kesana, “ ungkapnya.
Setelah melalui musyawarah, akhirnya disepakati pada tanggal 23 Februari 2020, pihak DPRD, perwakilan perangkat desa dan didampingi perwakilan Pemkab akan berangkat ke Jakarta, guna menanyakan secara resmi ke Kementerian Dalam Negeri. Setelah ada jawaban dari Kementerian Dalam Negeri, diharapkan tidak lagi muncul polemik. (Didik Diantoro/ Musyafa Musa).