Pamotan – Meski sudah memasuki musim penghujan, namun hingga saat ini curah hujan tergolong masih rendah. Akibatnya, petani di Desa Sendangagung, Kecamatan Pamotan kelimpungan menyelamatkan tanaman padi mereka yang terancam mati kekeringan.
Masiran, seorang petani di Desa Sendangagung, Kecamatan Pamotan menjelaskan bulan Februari biasanya merupakan puncak musim penghujan dan tanaman padi sudah mendekati masa panen. Tapi kondisi sekarang berbeda jauh.
Tanaman padi miliknya baru setinggi 25 centi meter, itu pun terancam mati kekurangan air. Setiap Minggu sekali, Masiran terpaksa harus menyedot air dari sungai, dengan biaya hingga Rp 60 ribu.
“Bingung mas, udane angel. Niki mawon nyedot dari sungai, jarake telung kilo meter. Ongkosnya Rp 60 ribu setiap Minggu, kadang ya 10 hari sekali. Tapi nggeh niku, selang beberapa hari lahan sudah kering lagi, “ ujarnya, Selasa (04 Februari 2020).
Hal senada diungkapkan Kastun, petani lainnya. Menurutnya, saat ini banyak benih padi yang ditebar mati mengering, karena curah hujan minim. Sempat turun hujan agak deras, sebagian petani terpaksa menebar benih padi lagi. Namun lagi-lagi belum bisa diperkirakan kapan bisa ditanam.
“Di utara kampung, banyak benih padi mati. Petani menebar benih lagi. Jadi malah masih belum bisa tanam. Padahal padi sangat dinanti, soalnya setahun cuman sekali, “ keluh Kastun.
Kastun mencermati belakangan ini curah hujan masih bersifat sporadis dan belum merata. Ia membandingkan dengan kecamatan lain wilayah Rembang bagian selatan, yang sempat di landa banjir. Sebaliknya, embung-embung di kampungnya justru belum banyak terisi air.
“Ya pasrah mawon, mau bagaimana lagi. Kalau dihadapkan dengan cuaca, petani sebatas berdo’a, dapat hujan yang berkah, “ pungkasnya. (Musyafa Musa).