Pamotan – Banyak tantangan yang dihadapi oleh tim pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL), selama proses pengukuran tanah. Jangan dibayangkan hanya mendatangi lahan persawahan dengan medan yang mudah dijangkau saja, tapi banyak pula medan terjal berbukit di pinggir sungai maupun lahan penuh rerimbunan.
Sukamto, seorang perangkat Desa Megal, Kecamatan Pamotan yang ikut membantu pengukuran lahan mengaku kakinya terluka, karena terpeleset akibat medan lokasi sangat licin. Bahkan beberapa kali menjumpai ular, ketika mengukur lahan yang penuh semak belukar.
“Medan terjal semacam ini banyak di Desa Megal mas. Ini kaki kanan saya luka belum kering, karena terjatuh. Kemarin juga lihat ular, untungnya nggak berbisa, “ ujarnya.
Sementara itu, warga Desa Megal Kecamatan Pamotan, Suharyono menuturkan pengukuran lahan yang akan disertifikatkan, mengacu pada buku C desa. Saat pengukuran, warga pemilik tanah turut didatangkan, guna mengetahui batas-batas lahan, sehingga tidak menimbulkan konflik di kemudian hari. Setelah selesai pengukuran, berkas persyaratan diverifikasi terlebih dahulu, sebelum diajukan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Soal kapan sertifikat jadi, Suharyono menambahkan tinggal menunggu waktu.
“Saya mengajukan banyak tahun ini, mumpung tarifnya terjangkau Rp 350 ribu per bidang. Soal sertifikat jadinya kapan, berapa bulan atau tahun, tinggal nunggu dari BPN, “ ucap Suharyono.
Suharyono, Jum’at pagi (24 Januari 2020) sempat mengikuti kerja tim pengukur tanah, sehingga memahami betapa berat tugas-tugas mereka di lapangan. Apalagi dalam program PTSL ini, lahan yang diukur tidak hanya pengajuan pemohon sertifikat baru dengan jumlah lebih dari 300 bidang di kampungnya, namun lahan yang sudah mempunyai sertifikat sekalipun, juga harus diukur ulang. (Musyafa Musa).