Rembang – Pihak Desa Megal Kecamatan Pamotan menyampaikan bahwa biaya pengurusan sertifikat tanah dalam program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) sebesar Rp 350 ribu per bidang, sudah diputuskan melalui kesepakatan masyarakat, yang tertuang pada Peraturan Desa (Perdes).
Sekretaris Desa Megal, Kecamatan Pamotan, Heni Purwanti menyampaikan hal itu, saat berkunjung ke Sekretariat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Rembang, Senin siang (20 Januari 2020).
Ia mengakui nominal biaya tersebut memang tidak sesuai dengan surat keputusan bersama (SKB) 3 Menteri yang menggariskan biaya sebesar Rp 150 ribu. Alasannya, setelah dihitung lebih rinci, ternyata ada sejumlah kebutuhan belum dicukupi. Ia mencontohkan dalam SKB 3 Menteri, kebutuhan materai hanya 1, padahal jumlah materai lebih dari 1. Kemudian pathok, di SKB 3 Menteri tercover 3, namun pada kenyataannya melebihi, lantaran menyesuaikan kondisi tanah dan permintaan pemohon sertifikat.
“Musyawarah desa membahas masalah ini sudah kami gelar tanggal 14 Desember 2019 lalu. Jadi bukan kehendak panitia atau kami. Biaya Rp 350 ribu tersebut, sudah dirinci untuk apa saja, termasuk perjalanan ke kecamatan maupun ke Rembang, “ tandasnya.
Heni menambahkan kebutuhan lain seperti pengangkutan pathok ke lokasi, tidak mungkin gratis, karena mengandalkan tenaga manusia. Atas dasar kondisi tersebut, ketika musyawarah berlangsung, warga menyepakati biaya Rp 350 ribu. Ia memastikan penggunaan anggaran akan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat Desa Megal, setelah program PTSL selesai.
“Namanya orang mikul pathok, apa ya gratis. Merintah orang, tetep ada hitung-hitungannya. Jadi biaya Rp 350 ribu itu, warga sudah menyapakati. Yang jelas, ketika program ini selesai, penggunaan dana akan kami pertanggungjawabkan kepada warga Desa Megal, “ imbuh Heni.
Seorang warga Desa Megal, Kecamatan Pamotan, Masron mengaku ikut mengajukan sejumlah bidang tanahnya, untuk disertifikatkan. Ia menganggap biaya Rp 350 ribu wajar. Apalagi sudah menjadi kesepakatan bersama. Masron membandingkan dengan biaya mengurus sertifikat secara mandiri, membutuhkan biaya lebih besar.
“Saya nggak keberatan, waktu sosialisasi saya juga hadir. Warga malah seneng kok ada program seperti ini. Soalnya kalau ngurus sendiri, biayanya besar. Saya sudah daftar 3 bidang, mau nambah lagi, “ ungkap Masron.
Kepala Seksi Kesra Kecamatan Pamotan, Mufti Affandi yang ikut hadir ke Sekretariat PWI menyatakan pihaknya tidak dalam kapasitas menyalahkan atau membenarkan, ketika biaya sertifikat tidak sesuai SKB 3 Menteri.
Namun lebih menyerahkan pada kebijakan desa. Untuk menghindari pungutan liar, sehingga kesepakatan warga perlu dibuatkan Peraturan Desa (Perdes). Menurutnya, di tingkat desa, Perdes merupakan aturan tertinggi yang mengikat semua warga.
“Kalau tarif Rp 350 ribu, bukan Desa Megal saja mas. Rata-rata nominalnya segitu, seperti Desa Pamotan juga sama Rp 350 Ribu, “ terang Affandi.
Kehadiran puluhan warga, aparat desa, perwakilan lembaga desa, dan panitia PTSL Desa Megal ke Sekretariat PWI, bermaksud ingin menyikapi berita-berita miring, seputar biaya sertifikat tanah.
Kepala Desa Megal Kecamatan Pamotan, Ikha Pudiyanti mengeluh belakangan ini datang sejumlah orang dari luar desa, menyudutkan kebijakan di Desa Megal. Tapi ujung-ujungnya mereka mengajukan penawaran pathok sertifikat, bahkan menawarkan pemasangan iklan dengan ketentuan tarif hingga Rp 3 Juta.
“Karena kami tidak punya anggaran dan nggak sesuai dengan program PTSL, ya penawaran tersebut kami tolak, “ pungkas Kades. (Musyafa Musa).