Sulang – Masalah seorang warga di Desa Kunir, Kecamatan Sulang yang mengurus perubahan nama menelan biaya jutaan rupiah, membuat sejumlah pihak angkat bicara untuk meluruskan persoalan tersebut.
Hal itu sempat menjadi sorotan, karena tersebar informasi Sekretaris Desa Kunir dianggap melakukan pungutan liar kepada warga, sebesar Rp 2.300.000. Bahkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo juga menerima informasi tersebut dan menyinggungnya dalam sambutan saat berkunjung di Desa Meteseh, Kecamatan Kaliori, belum lama ini. Lalu, benarkah informasi itu ?
Kejadian bermula ketika warga Desa Kunir Kecamatan Sulang, pada dokumen KTP dan kartu keluarga tercatat bernama Pramono Wiji. Sedangkan di buku nikah hanya bernama Wiji. Belakangan, salah satu anak Pramono Wiji akan mendapatkan bantuan pendidikan. Karena terjadi beda nama, maka Pramono Wiji berencana merubah namanya menjadi Wiji, sebagai syarat bantuan bisa cair.
Wiji kemudian meminta tolong Sekretaris Desa Kunir, Suremi. Suremi berinisiatif mengajak Wiji ke kantor Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil. Instansi tersebut tidak berani merubah nama, sebelum ada penetapan dari Pengadilan Negeri setempat.
Suremi menjelaskan kala itu pihak Pengadilan Negeri menanyakan surat permohonan penetapan perubahan nama. Agar proses cepat, ia bersama Pramono Wiji meminta bantuan kepada seorang pengacara di pinggir jalur Pantura Desa Pandean, Rembang, Setyo Langgeng tanggal 11 Februari 2019. Kesepakatan awal Rp 2 Juta, untuk membuat dokumen permohonan perubahan nama. Tapi akhirnya oleh Pramono Wiji dibayar Rp 1.800.000.
Kalau muncul kabar bahwa perubahan nama tersebut tidak melibatkan pengacara, menurutnya tidak benar. Pemohon tahu secara langsung, termasuk saat penyerahan uang.
“Semua sama pak Wiji. Saat muncul angka Rp 2 Juta itu, saya bilang terserah kamu lho. Pak Wiji bilangnya tak omong isteri dulu. Akhirnya dia bayar sama pak Langgeng cuma Rp 1,8 Juta. Saya sebatas mengantar dan mendampingi. Saya juga menjadi saksi ketika sidang, hingga perubahan nama dikabulkan, “ kata Suremi.
Suremi mengaku kaget ketika ada berita yang muncul di salah satu situs online menyebutkan warganya dipungut Rp 2.300.000, untuk merubah nama. Ia langsung klarifikasi kepada Wiji dan yang bersangkutan menyampaikan tidak pernah memberikan informasi tersebut. Karena dirinya tidak bersalah, Suremi berharap namanya bisa kembali bersih. Bagaimanapun fitnah yang dialaminya sangat mengganggu.
“Saya langsung datang ke rumah pak Wiji, ada bukti dan rekaman videonya itu. Wiji sama isterinya malah bertengkar sendiri, saya yang meredakan. Masalahnya saya nggak terima dengan tuduhan itu. Lha wong dia bayar sendiri Rp 1,8 Juta kok. Saya juga nggak dapat uang transport. Malah saat jajan, saya yang bayari. Kejadian sudah Februari, kenapa baru diungkap setelah Pilkades, ini ada apa. Saya ingin segera clear, siapa yang benar, siapa yang salah, “ urainya.
Kepala Desa Kunir Kecamatan Sulang, Kasmani menegaskan setelah peristiwa tersebut, pihaknya akan lebih berhati-hati dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ia berharap warga jangan mudah salah paham.
“Tentu menjadi pelajaran bagi kami. Maksud perangkat desa baik ingin membantu, malah seperti ini, “ kata Kasmani.
Reporter R2B, Senin siang (16 Desember 2019) mendatangi rumah Pramono Wiji yang sekarang sudah berganti nama menjadi Wiji, di Desa Kunir. Wiji bersikukuh tidak merasa bertemu dengan pengacara Setyo Langgeng. Selain itu juga ngotot keluar biaya Rp 2,3 Juta, tanpa bisa memperinci untuk keperluan apa saja. Meski demikian ia ikhlas keluar biaya tersebut, agar anaknya memperoleh bantuan.
“Saya dapat uang dari jual kalung anak dan pinjam keponakan. Saya sudah ikhlas, mpun marem, yang penting anak saya dapat bantuan. Sudah dua kali terima, total Rp 500 ribu. Saya sendiri juga berharap masalah ini nggak berkepanjangan, “ terang Wiji.
Sementara itu, pengacara Setyo Langgeng memastikan bahwa uang yang diterima dari Wiji, sebesar Rp 1.800.000, masing-masing Rp 300 ribu guna membayar biaya perkara di Pengadilan Negeri Rembang dan Rp 1,5 Juta untuk kas kantornya. Tidak benar jika biaya melebihi angka Rp 1,8 Juta.
“Jadi pak Wiji sama pak Suremi ini datang ke kantor saya, meminta dibantu dengan cepat pembuatan dokumen permohonan penetapan perubahan nama. Yang pertama sepakat Rp 2 Juta, kemudian deal akhir Rp 1,8 Juta. Ini sifatnya tidak pendampingan sampai selesai. Saya membuatkan dokumen saja, pak Wiji yang maju sendiri ke PN Rembang, “ tandasnya.
Lebih lanjut Setyo Langgeng merasa heran dengan keterangan Wiji yang tidak sesuai kenyataan.
“Ketemunya tanggal 11 Februari. Kalau dia pernah bilang di media bulan April ya kurang pas. Apalagi jika ngomong nggak pernah ketemu saya, soalnya dia jelas ketemu saya, “ pungkas Langgeng. (Musyafa Musa).