Rembang – Puluhan wanita di Desa Soditan, Kecamatan Lasem semakin giat mengembangkan kerajinan sospeso. Apalagi setelah produk mereka akan dipasarkan ke Bali dan sedang menjajaki kemungkinan peluang pasar ekspor di Jepang, melalui bantuan dari pemerhati dunia fashion asal Kelurahan Leteh, Rembang, Fanty Kurnia Margaretha.
Sospeso hasil karya ibu-ibu warga Desa Soditan ini merupakan kerajinan dompet yang dikemas dengan kombinasi kain perca batik tulis Lasem dan manik-manik. Mereka tergabung dalam kelompok Hasta Karya.
Fanty Kurnia Margaretha menilai sospeso Soditan, kualitasnya cukup bagus dan layak bersaing. Dirinya kebetulan punya kolega pemilik klinik terkenal di Bali, yang sering dikunjungi para wanita sosialita. Pemilik klinik tersebut siap memajang dompet-dompet sospeso, yang didrop kelompok Hasta Karya. Selain itu, ia siap memperjuangkan agar Sospeso Soditan menembus pangsa pasar di Jepang.
“Saya pernah mengadakan pelatihan sospeso, ternyata hasilnya bagus. Kemudian saat pelatihan yang digelar Disperindagkop, saya yang hadir sebagai pembicara kebetulan ketemu sama ibu-ibu Soditan. Kita kenalan, lalu gabung satu group WA. Setelah komunikasi lewat group, akhirnya kita ketemu. Ibu-ibu dari Soditan, Sabtu siang (07/12) mau datang ke rumah saya di sebelah timur eks Stasiun Rembang, “ terang Fanty yang juga kandidat bakal calon Bupati Rembang ini.
Fanty menambahkan dari sekian banyak dompet sospeso, ia akan menyeleksi yang paling bagus untuk diajukan ke rekannya di Jepang. Dalam hal ini Kedutaan Besar Indonesia di Jepang, rencananya ingin membantu memfasilitasi.
Sementara itu, ketua kelompok Hasta Karya, Hastatik Lestari mengapresiasi semangat kaum ibu di kampungnya. Jika sering kali seusai latihan, selesai begitu saja. Namun mereka setelah latihan, berupaya untuk mengembangkan. Produk kerajinan sospeso termasuk yang diunggulkan. Bahan baku dompet membeli dari Tasikmalaya, kemudian dikemas lagi dengan potongan kain batik tulis maupun batik cap. Begitu jadi, 1 sospeso, rata-rata dibanderol harga Rp 200 ribu.
“Hampir tiap sore kita ketemu bareng, ngerjain sospeso dan saling berbagi informasi. 1 dompet sospeso, membutuhkan waktu sehari bisa selesai, “ kata Hastatik.
Selama ini pemasaran sebatas dari kalangan teman-teman sendiri. Namun setelah ada bantuan dari Fanty Kurnia Margaretha yang memiliki jaringan luas, ia berharap produk Hasta Karya akan semakin dikenal masyarakat luar daerah.
“Kita juga ingin ikut pameran-pameran. Harapannya meski usaha sampingan, akan mampu menghasilkan. Ketrampilan semacam ini ditopang dengan dana desa, semoga bisa berkelanjutan, “ imbuhnya.
Tatik menambahkan semula ada sekira 35 orang wanita yang tergabung dalam kelompok Hasta Karya. Namun karena kesibukan masing-masing, saat ini yang aktif tinggal 20 an. Lantaran masih taraf belajar, baginya perlu sokongan dari pemerintah, guna mendongkrak kualitas produk maupun perluasan pasar. (Musyafa Musa).