Kaliori – Hingga mendekati akhir bulan Oktober ini, belum ada tanda-tanda musim kemarau di Kabupaten Rembang akan berakhir. Akibatnya, dampak bencana kekeringan semakin meluas.
Seorang warga Desa Banggi Petak, Kecamatan Kaliori, Murah mengaku untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, ia lebih banyak mengandalkan bantuan air. Padahal dalam sehari, keluarganya menghabiskan tak kurang 10 jirigen air. Kebutuhan yang menyedot air terbanyak adalah untuk minum ternak sapi, mandi dan mencuci.
“Alhamdulilah banyak bantuan droping air yang masuk ke kampung kami. Jadi tiap truk tangki tiba, saya bisa dapat lumayan untuk tandon, “ ujar wanita paruh baya ini.
Sementara itu, seorang perangkat desa Banggi Petak, Suwardi membenarkan bantuan air dari berbagai kalangan, benar-benar sangat meringankan beban masyarakat. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana kalau tidak ada bantuan, pasti warganya akan kelimpungan mencari air keluar desa.
Suwardi menimpali di tengah keterbatasan air bersih, mayoritas warga terpaksa harus menghemat air. Untuk mandi yang normalnya 3 kali, sekarang sehari hanya sekali.
“Mau gimana lagi mas, air susah. Kalau nggak dihemat, malah bingung sendiri nanti. Untungnya bantuan masih sering kita terima. Begitu nggak ada bantuan, biasanya kita cari air keluar kampung di desa sebelah, Kuangsan, “ ungkap Suwardi.
Pelaksana Tugas Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Rembang, Budi Asmara melalui Seksi Logistik Muhammad Yahya menyatakan 14 kecamatan di Kabupaten Rembang mengalami kesulitan air bersih. Total desa yang mengajukan bantuan air sebanyak 60 desa.
Karena anggaran droping air bersih yang dialokasikan tahun ini sebesar Rp 100 Juta sudah habis, maka BPBD bekerja sama dengan berbagai kalangan, untuk ikut berpartisipasi membantu air bersih. Dari APBD hanya untuk pengadaan 450 tangki air, sedangkan 700 an tangki air berasal dari luar pemerintah. Tahun 2020, rencananya anggaran bantuan air bersih akan dinaikkan menjadi Rp 125 Juta.
“Sekarang ini nggak ada kecamatan yang terbebas dari masalah kesulitan air. Bisa saja data 60 desa itu, kenyataan di lapangan lebih banyak, “ beber Yahya. (Musyafa Musa).