Saksi Bisu Sejarah, Sumur Dibuat Untuk Menimbun Ulama & Kiai
Sumur gowak di Desa Sulang, menjadi saksi bisu pemberontakan PKI kala itu.
Sumur gowak di Desa Sulang, menjadi saksi bisu pemberontakan PKI kala itu.

Sulang – Siapa sangka, sebuah sumur gowak atau tanah yang digali di sebelah selatan lapangan Desa Sulang, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang ini menyimpan sejarah, dibalik pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1965 silam.

Kondisi sumur memiliki kedalaman hampir 3 Meter. Bagian dasar sudah menyempit. Posisi sumur terletak di tengah lahan tembakau dan kering kerontang. Seorang warga Dusun Karanganyar, Desa Sulang, Munir mengungkapkan sumur tersebut sudah lama ada, termasuk ketika ia masih kecil. Namun dulu sumur gowak dipenuhi air dan banyak ikannya.

“Saya masih ingat mas, dulu banyak anak-anak yang mencari ikan di sini. Kalau dulu agak lebar kok, tapi sekarang semakin menyempit. Soal sejarah sumur ini, saya kurang paham, karena nggak pernah mendengar cerita dari orang tua, “ ujarnya.

Kepala Desa Sulang, M. Burhan menuturkan sumur itu memiliki riwayat sejarah dibalik pemberontakan PKI tahun 1965. Menurut cerita turun temurun dari para sesepuh desa, konon sumur itu sengaja disiapkan oleh PKI, untuk tempat pembuangan sejumlah kiai dan ulama seusai dibunuh. Namun rencana tersebut gagal, karena pengurus maupun simpatisan PKI terlanjur diberantas aparat. Keterangan Burhan dibenarkan oleh sejumlah saksi sejarah yang sempat kami temui.

Menurut catatan sejarah, sejumlah desa di Kecamatan Sulang, termasuk Desa Sulang sendiri, dulunya merupakan salah satu basis PKI.

Sementara itu, Komandan Rayon Militer (Danramil) Sulang, Kapten Wardiyana menegaskan paham komunis yang anti tuhan tidak boleh tumbuh berkembang, khusus terutama di wilayah Kecamatan Sulang dan Indonesia pada umumnya. Pihaknya senantiasa menggiatkan kampanye waspada terhadap paham komunis, dengan membidik generasi muda di sekolah-sekolah.

“Masih banyak yang belum tahu apa itu komunis dan apa itu PKI. Padahal komunis sudah dilarang negara, melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 tahun 1966. Itu yang jadi pedoman kita. Mereka tidak mengakui tuhan, padahal sila pertama kita Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, “ tandasnya.

Menurut Wardiyana upaya menangkal paham komunis akan efektif, apabila masyarakat, pemerintah dan aparat bergerak bersama-sama. Bibit-bibit yang mulai muncul di tengah warga, bisa diatasi dengan deteksi dini. Momentum Hari Kesaktian Pancasila yang jatuh tanggal 01 Oktober, bisa menjadi sarana lokomotif penggerak. (Musyafa Musa).

News Reporter

Tinggalkan Balasan