

Sumber – Desa Sekarsari Kecamatan Sumber belakangan layak mendapatkan julukan baru, yakni desa penghasil penari sufi. Tarian sufi biasa ditampilkan ketika ada pengajian atau berlangsung kegiatan keagamaan Islam, kental dengan seseorang mengenakan kostum mirip jubah dan gerakannya berputar-putar.
Mungkin anda bingung kenapa penari sufi tidak terjatuh, meski sangat lama berputar. Padahal orang pada umumnya memutar 10 kali saja sudah mulai sempoyongan.
Muhammad Eka Susanto, anak berusia 10 tahun warga Desa Sekarsari Kecamatan Sumber mengaku pernah berputar-putar di atas panggung 1 jam tanpa berhenti. Kalau mendengar suara sholawatan, bisa lebih lama lagi mencapai 2 jam, karena ibaratnya sholawat nabi seperti menjadi pemantik semangat. Rasa pusing tetap ada, tapi ketika merasakan seperti itu, biasanya ia cenderung memperlambat putaran. Eka susanto senang menjadi penari sufi, karena tidak semua orang bisa menjalani.
“Kadang rodok pusing mas, tapi ada do’anya kok. Kalau sholawat gitu sekali bisa muter 2 jam, kuat. Alhamdulilah saya nggak pernah jatuh ketika tampil menari, “ beber anak yang duduk di bangku kelas IV SD ini.
Seorang pembina group tari sufi di Desa Sekarsari Kecamatan sumber, Ngajito mengungkapkan untuk menguasai tekhnik tari sufi, tergantung kemauan dari pemain. Paling cepat 1 bulan berlatih, sudah sanggup memahami sekaligus menguasai tekhnik. Menurutnya, tari sufi mengandung makna toriqoh, mengingat Allah SWT.
“Kalau kemauan kuat, biasanya berhasil. Itu yang terpenting. Sufi ini kan tarian cinta kepada Nabi dan mengingat sang pencipta. Di kampung kami ada 15 an yang mulai belajar, usia paling muda 8 tahun, “ terangnya.
Ngajito menambahkan tidak sembarang orang mampu menari sufi. Ia mencontohkan sempat ada 50 an orang yang belajar tari sufi. Tapi seiring berjalannya waktu, hanya sekira 10-15 an orang yang berhasil melewati tantangan. (Musyafa Musa).