Pamotan – Kecamatan Pamotan menduduki peringkat tertinggi, penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) yang mengundurkan diri di Kabupaten Rembang. Program labelisasi keluarga miskin di rumah-rumah penduduk penerima PKH, terbukti manjur.
Berdasarkan data, total 1.701 penerima PKH yang mundur se Kabupaten Rembang, 681 keluarga berasal dari Kecamatan Pamotan, terhitung per tanggal 27 Mei 2019.
Tapi tidak hanya karena rumah ditulisi keluarga miskin yang membuat masyarakat malu dan akhirnya memilih mundur. Ada pula beberapa alasan lain.
Muntamah misalnya. Wanita warga Dusun Ngangkatan Desa Ringin, Kecamatan Pamotan ini mengaku mundur setelah merasa mulai mampu. Kebetulan petugas pendamping PKH juga memberikan edukasi, sehingga dirinya sadar.
“Waktu itu masuk penerima PKH tahun 2016 dan mundur tahun 2019. Dapatnya paling banyak Rp 850 ribu setiap tiga bulan. Ya uangnya untuk bantu anak sekolah sama merawat orang tua lanjut usia. Setelah saya merasa mampu, saya memutuskan mundur, “ ujarnya.
Hal senada diungkapkan Martinah, warga Desa Ringin lainnya. Ia mundur dari penerima PKH, karena merasa sebagai keluarga mampu. Anaknya sendiri juga menyarankan untuk mundur saja, karena ada warga lain yang lebih berhak. Martinah menegaskan ikhlas, meski sekarang tidak mendapatkan bantuan PKH lagi.
“Waktu dulu saya dikabari dapat PKH ya kaget, karena biasanya nggak dapat, kok ini memperoleh. Saya terima paling banyak Rp 1.150.000, untuk anak sekolah di SMP. Ya bayar iuran, beli buku, seragam. Meski sekarang nggak terima lagi, saya nggak ada harapan apa-apa. Kasihkan orang lain yang lebih membutuhkan, terserah pak Kades gimana “ kata Martinah menggunakan bahasa Jawa.
Kepala Desa Ringin Kecamatan Pamotan, Sohibudin Tamimi mengatakan 68 KK penerima PKH di kampungnya mundur, dengan berbagai alasan. Namun ia membenarkan setelah ada labelisasi di rumah-rumah penduduk, warga mampu yang mundur semakin banyak. Seandainya tidak ada labelisasi, pihak desa agak kesulitan untuk menyadarkan masyarakat.
“Dengan labelisasi ini kan seperti seleksi alami. Yang merasa mampu dan nggak mau rumahnya ditulisi keluarga miskin, kemudian mundur. Harapan kami tepat sasaran. Soalnya selama ini yang jadi tumpuan kesalahan pihak desa. Desa dianggap yang mendata penerima, padahal nggak tahu menahu, “ beber Tamimi.
Sementara itu, Kepala Seksi Kesra Kecamatan Pamotan, Mufti Affandi memperinci program labelilsasi di rumah penerima PKH merupakan inisiatif pihak kecamatan, dan dikoordinasikan dengan pendamping PKH serta aparat desa. Menurut Affandi, cara tersebut efektif menumbuhkan kesadaran bagi keluarga mampu. Kali pertama merasa malu, setelah itu mundur.
“Waktu itu dikoordinir pak camat, setelah melihat banyaknya masyarakat mampu belum sadar. Alhamdulilah setelah dikasih label keluarga miskin, budaya malu muncul, “ tandasnya.
Kecamatan Pamotan menjadi satu-satunya kecamatan yang menerapkan cara tersebut. Tapi setelah terbukti efektif, langkah serupa akan ditiru kecamatan-kecamatan lain. (Musyafa Musa).