Rembang – Bupati Rembang, Abdul Hafidz membeberkan kisah menarik dibalik daerahnya untuk kali pertama mendapatkan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2019 ini. WTP diraih, karena BPK menganggap laporan keuangan Pemkab Rembang sudah mengacu prinsip akuntansi dengan baik.
Abdul Hafidz menyatakan selama ini Kabupaten Rembang tiap tahun gagal meraih opini WTP, karena kendala pencatatan aset daerah yang semrawut. Tahun 2016 saat dirinya menjabat, ada aset senilai Rp 1,5 Triliun yang harus ditelusuri. Di lingkungan Dinas Pendidikan, Pemuda Dan Olahraga saja, terdapat 1,1 juta item aset yang harus ditelusuri.
“Bayangkan di instansi Dinas Pendidikan saja ada 1.100.000 item aset yang harus ditelusuri. Itu itemnya lho, coba bayangkan. Ada tidak barangnya, di mana tempatnya. Belum lagi instansi lain. Tapi setelah kita memperoleh WTP, alhamdulilah, artinya pengelolaan keuangan daerah dianggap sudah transparan dan akuntabel, “ terang Hafidz.
Hafidz mengakui Kabupaten Rembang tahun 2019 ini sebenarnya nyaris tidak memperoleh predikat WTP dari BPK. Bahkan 30 an pegawai Pemkab Rembang sampai dikerahkan ke kantor BPK Semarang, menginap di sana selama dua minggu. Mereka bertugas menerima kiriman data dari Kabupaten Rembang, kemudian data tersebut dimasukkan ke dalam sistem.
“Jadi misalnya yang di sini mendata, dapat 10, langsung kirim ke Semarang. Di sana ada 30 pegawai yang bertugas entri data siang malam, menginap. Miris, nyaris nggak dapat kita. Tapi dengan perjuangan berdarah-darah akhirnya dapat WTP. Lha kalau nggak dimulai dari sekarang, kapan lagi, “ imbuhnya.
Ia menyebutkan kisah menarik selama penelusuran aset. Petugas BPK tidak hanya menanyakan aset-aset yang nilainya besar saja. Tapi aset kecil pun dicari. Semisal toples jajan, untuk sajian di meja kantor. Makanya, mulai sekarang setiap aset milik daerah harus diberi tanda label.
“Toples tahun 2000 itu lho dicari, di mana barangnya. Jadi saya perintahkan semua aset harus dilabeli. Seperti meja kursi di rumah dinas, harus ada labelnya. Jangan seperti dulu, pencatatan aset nggak diperhatikan, “ pungkasnya.
Lalu apa keuntungan sebuah daerah mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian ? Selain bisa membuat yakin calon investor masuk ke sebuah daerah, kabupaten peraih WTP juga akan mendapatkan insentif tambahan anggaran dari pemerintah pusat.
Namun yang harus diingat, WTP tidak ada sangkut pautnya dengan korupsi. Bukan berarti daerah yang mengantongi WTP, bebas dari praktek korupsi. Sebuah penyimpangan tidak akan nampak dalam audit rutin BPK, manakala sesuai dengan kaidah akuntansi yang benar. Kecurangan yang menimbulkan kerugian negara, baru terlihat jika BPK mengadakan audit dengan tujuan tertentu atau audit khusus. (Musyafa Musa).