Pamotan – Di Desa Ringin, Kecamatan Pamotan ada sebuah makam yang dipercaya sebagai pesarean waliyullah, bernama Syekh Ahmad Karim. Ia memiliki nama Jawa terkenal dengan sebutan Komplang Wijoyo. Berbagai keanehan sering ditemukan warga, sebelum makam tersebut diadakan haul. Seperti apa ? Ikuti jejaknya, dalam Jelajah Islam.
Adalah Almarhum Muhammad Nawawi, ulama di Desa Ringin yang mendapatkan petunjuk melalui mimpi secara berulang-ulang, menyangkut keberadaan makam tersebut. Makam yang sebelumnya sudah sangat lama ada di pinggir sungai Desa Ringin. Ia kemudian bertanya kepada sesepuh-sesepuh desa, namun belum mendapatkan gambaran jelas.
Kiai Nawawi kemudian meminta informasi kepada Habib Umar di Semarang dan Habib Luthfi di Pekalongan, sekira tahun 1997 silam. Keduanya menyarankan agar makam dirawat dan diadakan haul. Bahkan Habib Umar sempat datang sendiri ke Desa Ringin. Cerita itu sebagaimana dikisahkan oleh Nasifudin Luthfi, putera Kiai Nawawi kepada Jelajah Islam.
“Sebetulnya makam siapa dan ada apa di sana, itu yang selalu dirasakan oleh bapak saya. Hingga akhirnya berkonsultasi dengan tokoh-tokoh, seperti Habib Umar dan Habib Luthfi. Pesan Habib Luthfi makam orang soleh harus dirawat, beliau kan punya mata batin yang kuat. Kalau dirawat, nanti akan memberikan dampak positif bagi kita, “ ujarnya.
Dibantu bersama muridnya, Kiai Nawawi melakukan tirakat, untuk menelusuri riwayat Syekh Ahmad Karim. Syekh Ahmad Karim diyakini merupakan anak dari Ali Usman, tokoh pejuang yang melawan VOC Belanda dan pusara makamnya berada di Bekasi, Jawa Barat. Ali Usman sendiri kalau diurut ke atas silsilahnya, keturunan Raden Amir Amirundo yang makamnya terletak di kompleks Makam Drajat Lamongan, Jawa Timur.
“Kebetulan waktu itu Mbah Rohmat Almarhum di Desa Padaran juga ikut membantu menelusuri, alhamdulilah akhirnya bisa ketemu, “ bebernya.
Diperkirakan Syekh Ahmad Karim wafat pada tahun 1717 Masehi. Selain menyebarkan agama Islam di daerah Ringin dan sekitarnya, beliau juga gigih menentang penjajah VOC Belanda. Ada tiga senjata utamanya, yakni Asma’ Ya Karim, kerupuk samier dan bunga tanjung.
“Menurut riwayat, kalau kerupuk samier dilempar, nanti akan berubah menjadi danau besar. Orang akan seperti melihat danau, padahal tidak ada. Tahunya komplang-komplang. Makanya muncul julukan Komplang Wijoyo. Sedangkan bunga tanjung, kalau ditaruh di air yang ada racunnya, air akan berubah menjadi tawar, “ terang Nasifudin.
Nasifudin yang juga jebolan sebuah kampus ternama di Mesir ini menambahkan beragam cerita turun temurun berkembang, menyangkut kisah makam Syekh Ahmad Karim. Ketika ada banjir, makam tersebut tidak kebanjiran, meski berada di pinggir sungai. Begitu pula ketika ada warga nekat menebar racun di sungai untuk mencari ikan, ikan yang terletak di sisi timur makam, tidak ada yang mati.
“Dari dulu sampai sekarang nggak ada orang yang nyari ikan dengan menebar racun di sekitar tempat itu mas. Kalau di tempat lain ya banyak, “ imbuhnya.
Haul Syekh Ahmad Karim biasanya digelar rutin setahun sekali. Waktunya kebetulan bersamaan dengan haul tokoh Islam, Syekh Abdul Qodir Jaelani, yakni pada tanggal 12 Rabiul Akhir.
“Tanggalnya 12 Rabiul Akhir. Banyak yang datang dari luar Desa Ringin, “ pungkasnya. (Musyafa Musa).