Rembang – Aksi bagi-bagi uang menjelang coblosan Pemilu 17 April diduga marak di Kabupaten Rembang. Menurut informasi yang digalang Reporter R2B, untuk “pasaran” calon legislatif DPRD Kabupaten Rembang, dibandrol tarif antara Rp 50 – 100 ribu setiap orang pemilih.
Seorang politisi sebuah partai politik yang enggan disebutkan namanya mengakui persaingan di dalam Kota Rembang tergolong paling panas. Bahkan sejumlah Caleg berlomba-lomba membagi uang melalui tim sukses masing-masing, untuk menarik simpati pemilih. Namun sistem pembagian dilakukan sangat rapi, dan cenderung tertutup, untuk menghindari kemungkinan jeratan sanksi.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Rembang, Totok Suparyanto mengatakan berdasarkan Undang-Undang Pemilu, hanya pelaku pemberi uang yang bisa dijerat pidana kasus politik uang, sedangkan penerima uang tidak bisa.
Itupun harus dibedakan antara masa tenang atau saat hari H pemungutan dan penghitungan suara. Apabila bagi-bagi uang terjadi pada waktu masa tenang, maka subyek hukum yang bisa dijerat hanya pelaksana kampanye, tim kampanye dan peserta kampanye.
Namun jika terjadi ketika hari H pencoblosan, subyek hukumnya lebih luas, yakni setiap orang yang terbukti melakukan money politics dapat diproses. Maka pihaknya meminta masyarakat untuk berhati-hati.
“Kalau hari H ini subyek hukumnya setiap orang, jadi mengancam semua ya. Tentu kami berharap warga tidak asal menerima tugas untuk membagikan uang untuk menarik simpati pemilih. Meski di luar tim kampanye, dia tetap bisa kena pasal UU Pemilu No. 07 tahun 2017, “ terangnya.
Lalu bagaimana jika ada warga memergoki praktek politik uang, siap melapor asalkan identitasnya dirahasiakan ? Totok menegaskan tidak bisa seperti itu, karena untuk menindaklanjuti sebuah laporan, perlu diketahui siapa pelapor, siapa terlapornya, saksi maupun barang bukti. Namun bisa saja kalau ada petunjuk yang cukup, Bawaslu dapat memproses peristiwa melalui mekanisme temuan, bukan laporan dari warga. Semisal pelaku tertangkap tangan.
“Memang dilema di tengah masyarakat. Tapi apapun setiap pelanggaran pidana, harus ada pelapor sama terlapor. Kalau nggak, jadinya abstrak, kita kesulitan untuk memproses. Di peraturan Bawaslu diatur semua, termasuk ada uraian singkat kejadian, saksi minimal dua, barang bukti. Nggak bisa pelapor disembunyikan identitasnya, “ imbuh Totok.
Totok menyebut ancaman pidana kasus politik uang bervariasi. Jika dilakukan pada masa tenang, ancaman hukuman paling lama 4 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 48 Juta, sedangkan apabila politik uang dilakukan di hari pencoblosan, ancaman hukumannya paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36 Juta. Bawaslu sendiri sampai Selasa siang (16 April 2019) masih mendalami informasi bagi-bagi uang selama masa tenang. (Musyafa Musa).