Rembang – Sektor pertambangan di Kabupaten Rembang diduga masih kerap terjadi pelanggaran, sehingga perlu peningkatan giat operasi.
Bupati Rembang, Abdul Hafidz mengakui ada sejumlah masalah, misalnya menambang di kawasan terlarang, kemudian izin penambangan dimanipulasi. Semisal sesuai data hanya 1 hektar tetapi mengelola lebih dari itu. Ada pula pelaku usaha tambang justru meminjam izin milik orang lain. Menurutnya, penindakan melalui operasi diharapkan dapat menekan angka pelanggaran.
“Kalau ada yang tahu di kawasan terlarang kok ditambang ya mengadu saja. Saya sadar nggak mampu mengurusi semua itu, makanya namanya operasi harus ada. Kalau ada operasi, dikira pemerintah menghambat rezeki masyarakat. Bukan itu maksudnya, “ kata Hafidz.
Hafidz menambahkan sektor pertambangan saat ini merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Namun Bupati diberi kewenangan Gubernur, mengambil alih pengawasan. Ia menganggap ketika masyarakat main kucing – kucingan dengan aparat, tidak bagus untuk keberlangsungan kedepan. Apalagi jika diperparah dengan oknum – oknum yang bermain.
Maka perlu ada keseimbangan antara pelaku usaha dan langkah pemerintah dalam menegakkan aturan.
“Ada asosiasi penambang, kita beri arahan agar taat aturan. Ini yang preventif. Nah yang penindakan, jangan delik – delikan. Sudah ada kan kemarin yang diproses hukum. Kalau ada operasi lari, tapi kalau nggak ada colong – colongan. Saya berharap penambang fair, sedangkan pemerintah harus adil. Jujur saja, memang nggak gampang menyelesaikan persoalan tambang, “ beber Hafidz.
Secara pribadi, Bupati ingin kedepan membuat regulasi yang mengatur tentang batasan pengambilan bahan tambang, agar tiap tahun bisa terukur. Perlu Peraturan Daerah sebagai sarana mengontrol. Saat ini yang terjadi selama rencana tata ruang wilayah (RTRW) lokasi tambang sudah memenuhi syarat, pengusaha bebas mengambil berapapun. (Musyafa Musa).