

Sarang – Kalangan santri di Pondok Pesantren Al Anwar IV yang juga menimba ilmu di SMK Al Anwar Dusun Belitung Desa Kalipang, Kecamatan Sarang, Rembang, dalam sebulan terakhir mencicipi dunia baru.
Mereka tidak hanya ditempa dengan padatnya aktivitas pondok pesantren, tetapi juga diarahkan untuk belajar menulis. Instruktur dari jurnalis sebuah media, sengaja didatangkan oleh pengurus pondok pesantren, guna mengajari 20 orang siswa pilihan, tentang bagaimana caranya membuat dan mengemas berita, sesuai standar etika jurnalistik.
Salah satu peserta pelatihan menulis, Ahmad Harun Al Rasyid mengaku pada awalnya susah membuat berita. Namun setelah mendapatkan tekhnik menulis, dirinya mulai memahami langkah – langkah yang harus dikerjakan. Baginya, yang paling sulit adalah merangkai kata. Justru hal itu membuatnya tertantang, untuk memperbanyak latihan menulis. Ahmad Harun yang asli Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara ini membayangkan akan cukup membanggakan apabila suatu saat nanti karya tulisannya, dapat dinikmati oleh masyarakat luas.
“Setidaknya bisa kayak wartawan mas, trik – trik buat berita gimana, kemudian saya bikin tulisan yang dapat disiarkan. Pada awal – awal ini memang sulit merangkai kata yang pas dan semenarik mungkin. Tapi insyaallah tertarik untuk terus berlatih, kan tekhnik buat berita sudah diajari, “ ujar santri yang masuk Pondok Pesantren Al Anwar 1 semester ini, Rabu (23 Januari 2019).
Sementara itu, Sururi Majdi, seorang pengasuh santri di Pondok Pesantren Al Anwar IV Sarang membenarkan mayoritas santri belum memiliki dasar jurnalistik, sehingga pihaknya terdorong untuk menambah pengetahuan mereka. Menurut Sururi, kelas jurnalistik diberikan tiap Rabu siang, seusai siswa belajar di SMK Al Anwar.
“Siswa atau santri saat dulu masih sekolah di tempatnya masing – masing, belum pernah dapat materi seperti ini. Nah, makanya kami minta kelas jurnalistik tiap Rabu siang dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. Sebenarnya bentrok dengan jadwal di pondok pesantren, tapi karena nggak setiap hari, ya bisa disiasati kok, “ terang Majdi.
Sururi Majdi menambahkan pelatihan dikemas dalam 4 kali pertemuan selama sebulan. Setelah selesai, ia berharap santri memiliki bekal tekhnik menulis, sehinga dapat membuat karya berita tentang kegiatan – kegiatan di lingkungan sekolah maupun pondok pesantren.
“Kami nggak mau muluk – muluk sich. Yang penting santri paham dan bisa mengembangkan sendiri. Kalau nggak dilatih, khawatirnya malah lupa nanti, “ pungkasnya. (Musyafa Musa).