Kaliori – Para petani di Kecamatan Kaliori kebingungan untuk memulai masa tanam padi, karena curah hujan yang rendah, mengakibatkan lahan pertanian masih kering.
Muhammad Maji’in, petani di Desa Meteseh Kecamatan Kaliori mengungkapkan sebagian kecil petani memang sudah menanam padi dengan sistem gogo rancah. Curah hujan yang belum seberapa justru memicu tumbuhnya rumput. Bahkan tanaman padi kalah dengan ketinggian rumput, kalau tidak segera dicabuti.
Sedangkan pola tanam dengan cara menebar benih padi, petani sifatnya masih menunggu perkembangan cuaca. Kalau harus mengalirkan air dari sungai, sangat tidak memungkinkan, lantaran juga masih kering. Menurutnya, tanpa turun hujan deras minimal 3 – 4 kali, lahan persawahan belum bisa ditanami.
“Banyak kendala mas. Yang sudah tanam padi gogo, rumputnya minta ampun. Harus dicabuti tiap hari. Lha yang nebar benih, bingung soal air. Sawahnya masih menganga, mlompong belum layak. Mungkin ada yang bilang di Meteseh sungainya kan besar, kebetulan sungai nggak ada air yang bisa disedot, “ keluhnya.
Maji’in menambahkan saat ini cuaca semakin sulit diramalkan. Jika umumnya bulan Desember dan Januari, intensitas curah hujan mencapai puncaknya, tetapi tidak demikian dengan awal tahun 2019. Kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap pola tanam padi, yang dipastikan akan molor.
“Orang dulu masih mudah mendasarkan pada hitungan – hitungan Jawa. Desember misalnya, dibilang gede – gedene sumber, kemudian Januari diartikan hujan sehari – hari. Tapi sekarang susah diprediksi. Januari masih kayak gini, curah hujannya rendah, “ imbuh Maji’in.
Sementara itu, Karo, petani di Desa Mondoteko, Rembang mengaku sudah menebar benih padi dan sekarang ketinggiannya 30 centi meter. Tapi benih tersebut tak bisa diambil untuk ditanam, karena sawahnya masih kering. Kalau dalam seminggu kedepan curah hujan belum layak, kemungkinan nantinya harus menebar benih lagi. (Musyafa Musa).