

Rembang – Sejumlah proyek pasar dan Puskesmas di Kabupaten Rembang bikin was – was. Bupati Rembang, Abdul Hafidz pun mengultimatum pemborong untuk menuntaskan proyek selesai sebelum akhir tahun 2018, sesuai dengan kontrak.
Abdul Hafidz mencontohkan proyek Pasar Tegaldowo Kecamatan Gunem, kemudian Pasar Sumber Kecamatan Sumber, Puskesmas Sumber, dan dermaga Pandangan di Kecamatan Kragan.
Hafidz mengaku memantau perkembangan proyek tersebut dari hari ke hari. Ketika belum memenuhi target, pelaksana proyek langsung dipanggil. Tidak hanya ditekan, bahkan sampai diancam – ancam, supaya proyek bisa selesai 100 % tepat waktu. Ditanya bagi yang belum selesai akhir tahun 2018, apakah akan ada sanksi pemutusan kontrak atau ditambah waktunya pada tahun 2019, Bupati enggan memperinci. Ia tidak mau tahu bagaimana caranya, yang penting pemborong menuntaskan proyek sesuai kontrak.
“Ini dikebut, kami ancam – ancam segala. Peraturan Presiden memang membolehkan pemutusan kontrak ketika proyek nggak selesai, tapi saya nggak mau terlalu jauh dalam kesana. Mau dilembur atau gimana, saya nggak mau tahu, nggak mau mengandai – andai. Pastikan sampai akhir, bisa selesai 100 %, “ tutur Hafidz.
Bupati membenarkan mekanisme lelang proyek yang memakan waktu lama menjadi kendala, sehingga kegiatan fisik baru dimulai paling cepat bulan Juli. Bahkan kalau lelang molor, pengerjaan proyek menjadi jauh lebih lama.
“Standarisasi muncul bulan Februari, yang menjadi pijakan konsultan dalam perencanaan. Maret atau April produk dari konsultan selesai. Apalagi jika pihak konsultan harus dilelang, ya butuh waktu 2 bulan perencanaan. Konsultan ada, baru lelang proyeknya. Juni atau Juli baru digarap. Itu kalau lancar, kalau lelangnya gagal, kan ngulang lagi, “ imbuhnya.
Sebelumnya, sejumlah proyek fisik menelan anggaran besar. Pasar Sumber misalnya dialokasikan Rp 5,5 Miliar, Pasar Tegaldowo Kecamatan Gunem Rp 5,6 M, pembangunan Puskesmas Sumber Rp 5,9 M, pembangunan dermaga PPI Pandangan Kragan Rp 7,7 Miliar. Ada pula pembangunan gedung pelayanan stroke terpadu, dengan biaya Rp 15,6 Miliar dan gedung perawatan jiwa senilai Rp 4,7 M. Mepetnya waktu pengerjaan, membuat pelaksana proyek harus lembur siang malam. Kondisi itu dikhawatirkan berdampak terhadap kualitas bangunan, sehingga masyarakat berharap nantinya petugas pemeriksa harus lebih cermat. (Musyafa Musa).