Warga Robohkan Sejumlah Warung, Sempat Diwarnai Jerit Tangis
Jumiati menangis ketika warungnya dirobohkan. (gambar atas) Masyarakat Desa Pasar Banggi merobohkan warung di pinggir jalur Pantura, Jum’at sore.
Jumiati menangis ketika warungnya dirobohkan. (gambar atas) Masyarakat Desa Pasar Banggi merobohkan warung di pinggir jalur Pantura, Jum’at sore.

Rembang – Pembongkaran warung remang – remang di pinggir jalur Pantura Dusun Kaliuntu Desa Pasar Banggi, Rembang, Jum’at sore (07 September 2018) sempat diwarnai jerit tangis pemilik warung.

Sang pemilik warung, Jumiati mengaku warga Desa Tireman. Ia menceritakan sudah menempati warung di sebelah utara SPBU Kaliuntu sekira 10 tahun terakhir, dengan cara membeli lahan kepada seseorang senilai Rp 7 Juta.

Saat menerima surat peringatan dari pemerintah desa Pasar Banggi, dirinya sampai batas waktu terakhir belum pindah, karena menunggu kesiapan tenaga bongkar. Begitu warung dirobohkan paksa, Jumiati berulang kali menolak sambil terus menjerit. Wanita paruh baya ini berdalih tidak pernah menyediakan PSK di warungnya.

“Saya nunggu waktu yang tepat mas. Di situ kan ada instalasi listriknya, dinding – dindingnya masih utuh. Penginnya saya bongkar sendiri, mbok dikasih tambahan waktu gitu lho, “ kata Jumiati.

Meski menuai penolakan dari Jumiati, namun masyarakat Desa Pasar Banggi tetap merobohkan warung tersebut, karena menduga sering digunakan untuk esek – esek. Mereka terlebih dahulu mengeluarkan barang – barang dagangan dari dalam warung. Selain warung Jumiati, ada pula sejumlah warung lain yang dirobohkan warga. Sekira 15 unit warung menjadi sasaran penertiban.

Tokoh masyarakat Desa Pasar Banggi, Suyono mengatakan sejak pemerintahan Bupati Rembang Wachidi Riyono pada tahun 1991, lokalisasi Kaliuntu ditutup. Seiring berjalannya waktu, ternyata keberadaan PSK masih saja sulit dihalau.

Suyono mendukung tindakan tegas masyarakat. Kalau warung remang – remang di Kaliuntu terus dibiarkan, ia khawatir akan menimbulkan dampak negatif terhadap mental generasi muda.

“Peringatan lisan maupun penyelesaian secara kekeluargaan sudah sering dijalankan desa. Termasuk kasih waktu 1 Minggu untuk bongkar warung sendiri. Karena nggak dibongkar, ya dirobohkan bersama – sama. Mayoritas warga mendukung kok, karena saat pembahasan semua pihak dilibatkan, “ kata Suyono.

Sementara itu, Kepala Desa Pasar Banggi, Rasno membenarkan masyarakat khawatir kalau masih ada warung untuk tempat mangkal PSK, virus HIV/Aids akan semakin menular. Apalagi saat ini sudah ada penderita HIV/Aids yang meninggal dunia.

Rasno menambahkan warung ada yang dirobohkan, tapi ada pula yang disegel pintunya menggunakan palang bambu. Alasan penyegelan, karena bangunan warung warga Desa Pasar Banggi, dengan status lahan milik sendiri. Ia berharap nantinya masih bisa dibina, agar lebih baik. Termasuk mematuhi aturan larangan tidak menjadikan warung untuk praktek esek – esek.

“Rencananya kami akan membuat Peraturan Desa (Perdes). Jika pemilik warung siap mematuhi Perdes, segel baru dibuka kembali. Intinya dibina dulu, karena mereka warga kita juga. Yang warung dirobohkan, semua warga luar Desa Pasar Banggi, “ terangnya.

Sampai Jum’at sore, pembongkaran warung masih terus berlangsung, dengan dijaga puluhan aparat polisi, TNI dan anggota Satpol PP. Karena ramai warga, lalu lintas di jalur Pantura sempat macet sepanjang 2 kilo meter.

Kapolsek Rembang Kota, AKP Haryanto menandaskan secara umum pembongkaran warung berjalan aman. Kalaupun muncul protes, menurutnya aparat gabungan masih mampu mengendalikan situasi, sehingga tidak berujung bentrok. (Musyafa Musa).

News Reporter

Tinggalkan Balasan