Rembang – Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Cagar Budaya di Kabupaten Rembang masih mandul.
Sekretaris Daerah (Sekda) Rembang, Subhakti mengakui Perda tersebut sudah disahkan sejak tahun 2014 lalu, namun belum bisa berjalan secara efektif.
Penyebabnya, hingga saat ini belum jelas mana saja yang termasuk benda cagar budaya dan mana pula yang merupakan situs bangunan cagar budaya. Menurutnya, masih sangat minim data – data mengenai cagar budaya. Ia mengajak berbagai komunitas pegiat sejarah di Kabupaten Rembang dapat saling bersinergi dengan Pemerintah Kabupaten Rembang dan Balai Arkeologi (Balar).
“Kita sudah punya Perda tentang Pengelolaan Cagar Budaya, tapi mandul. Belum jelas klasifikasinya. Di sini ada masyarakat sejarawan, pegiat – pegiat di Lasem juga bermunculan. Mohon kita nanti bisa lebih intens bekerja sama, “ jelasnya.
Subhakti menambahkan tahun 2017 lalu pihaknya sudah memerintahkan kepada Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata, untuk mendata situs – situs cagar budaya. Menurutnya, pemerintah harus lekas berbenah diri. Kalau sudah diputuskan sebagai cagar budaya, maka implikasinya pada alokasi anggaran. Termasuk kesiapan insentif bagi pemilik cagar budaya, agar tidak membongkar atau menjual kepada pihak lain.
“Misalnya ada warga punya bangunan cagar budaya, kemudian dia ngotot rumah milik sendiri, mau dibongkar gimana. Kan pemerintah harus ngasih insentif, biar aset tersebut tetap terjaga. Bagian Hukum juga perlu turun tangan menyiapkan perangkat aturannya, “ terang Sekda.
Sementara itu, Danang Swastika, pegiat sejarah di Lasem mengakui tarik ulur kepentingan sering terjadi dalam pengelolaan cagar budaya. Pemilik kadang tergoda menjual, akibat iming – iming harga tinggi. Bangunan kemudian dibongkar dan dibawa keluar negeri. Ia berharap Pemerintah Kabupaten Rembang bergerak cepat, sebelum jumlahnya semakin menyusut.
“Sekarang ini seperti berkejaran dengan waktu. Kalau tidak cepat ditentukan mana saja benda cagar budaya, khawatirnya suatu saat akan hilang, “ ujarnya. (MJ – 81).