Rembang – Anak perempuan yang menjadi korban kekerasan sexsual di Kabupaten Rembang tahun ini cukup memprihatinkan. Sampai dengan semester pertama tahun 2018, sudah 7 anak yang dilakukan pendampingan oleh Lembaga Perlindungan Anak Rembang (LPAR), gara – gara menjadi korban.
Ketua LPAR, Sopyan menjelaskan salah satu yang dicermati, bagaimana mereka tetap bisa melanjutkan sekolah, sehingga pendidikan dasar 9 tahun terpenuhi. Sebenarnya pihak sekolah asal murid memahami pendidikan anak tidak boleh berhenti. Namun sering kali yang menjadi kendala berat adalah faktor psikologis anak, enggan meneruskan sekolahnya, karena malu dengan lingkungan dan teman – teman sebayanya.
“Alhamdulilah kalau dari lembaga pendidikan, nggak masalah. Mereka mengerti karena Rembang kabupaten layak anak (KLA), jadi pendidikan dasar harus dipenuhi. Sekolah tidak mengeluarkan anak. Cuman membangkitkan semangat anak agar kuat menghadapi cap buruk dari teman – temannya itu, yang agak sulit dan butuh kesabaran, “ bebernya.
Sopyan menambahkan ketika terjadi kondisi semacam itu, posisi anak tetaplah sebagai korban. Mengingat di dalamnya pasti muncul intimidasi maupun janji – janji dari pelaku. Menghadapi situasi tersebut, anak cenderung sulit berpikir sehat. Menurutnya, ketika bicara soal anak, tidak berlaku “suka sama suka”.
“Bagaimanapun alasannya, anak tetap menjadi korban. Mereka itu kan sudah mengenal lawan jenis. Manakala ada tipu daya dari pelaku, apa bisa anak berpikir sehat. Kalaupun sebelumnya sempat pacaran, kemudian terjadi hubungan seperti suami isteri, anak adalah korban dan harus dilindungi hak – haknya, “ tandas Sopyan.
Dari sekian banyak kasus tahun ini, yang terbaru Lembaga Perlindungan Anak Rembang masih mendampingi anak korban pemerkosaan yang baru duduk di kelas II SMP. Sampai sekarang, pelaku kabur keluar daerah, sehingga pihaknya mendorong aparat kepolisian menuntaskan kasus tersebut. (MJ – 81).