Rembang – Pasca pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Rembang masih rawan adanya potongan – potongan yang mengakibatkan nilai proyek berkurang antara 25 – 30 %. Kondisi tersebut memicu penyimpangan.
Bupati Rembang, Abdul Hafidz menyampaikan hal itu, ketika berlangsung sosialisasi regulasi baru, Peraturan Presiden No. 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa, di lantai IV Kantor Bupati Rembang, Jum’at pagi (13 Juli 2018). Namun Hafidz tidak memperinci lebih lanjut motif pemotongan dan siapa pelakunya.
Hafidz mengungkapkan potensi pengadaan yang dilelang oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) berjumlah 125 paket, dengan total anggaran Rp 223 miliar. Rinciannya, 60 paket pengadaan barang dan jasa saat ini sudah berjalan. Sedangkan 43 paket lainnya telah selesai.
“Semoga nanti bisa disampaikan solusi – solusi apabila terjadi pemotongan, bagaimana cara mengatasinya. Ini perlu dievaluasi, jor – joran 27 sampai 30 %. Kalau ini yang terjadi, maka ada 3 kemungkinan, yakni perencanaan dimark up, volume dikurangi atau pengerjaan dikurangi. Nggak sesuai dengan yang kita harapkan, “ jelas Hafidz.
Sementara itu Setiya Budi Arjinta, selaku Direktur Penanganan Permasalahan Hukum Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang menjadi narasumber menyatakan Perpres baru akan menjamin kualitas barang atau jasa yang diinginkan, waktu lelang lebih efisien dan memudahkan penyelenggara.
“Aturan yang baru ini lebih detail, salah satunya lelang pengadaan termasuk menyebut mereknya, sehingga barang yang didapat berkualitas. Dari waktu lelang juga cepat, bisa tiga hari kalender dan tidak perlu 30 hari yang terkadang ujung – ujungnya gagal. Belum lagi kalau disanggah, sudah bubar, “ ujar Setiya.
Dari sekian banyak paket pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Rembang, ada tiga paket yang gagal lelang karena terganjal Perpres baru yang mulai berlaku per 1 Juli 2018. Tiga paket tersebut anggarannya di bawah Rp 500 juta. (MJ – 81).