Kisah Penghafal Alqur’an, Mata Buta Tak Jadi Penghalang
Sunardi, warga Desa Pandangan Wetan Kecamatan Kragan. Meski tak bisa melihat, namun berhasil menjadi hafidz Alqur’an.
Sunardi, warga Desa Pandangan Wetan Kecamatan Kragan. Meski tak bisa melihat, namun berhasil menjadi hafidz Alqur’an.

Kragan – Mata jasmaninya boleh tidak bisa melihat, tetapi pria ini mampu menghafalkan 30 Juz kitab suci Alqur’an. Bagaimana kisah kekuatan mata batin yang menghantarkannya menjadi Hafidz Alqur’an ? berikut liputannya.

Sunardi (54 tahun), warga Desa Pandangan Wetan, Kecamatan Kragan sempat menolak, ketika kami ingin mengangkat profilnya. Ia beralasan tidak mau dianggap pamer, apalagi masalah tersebut berkaitan dengan ibadah. Namun setelah kami jelaskan untuk sarana syi’ar agama Islam pada bulan suci Ramadhan, Sunardi baru mau berbagi cerita.

Sunardi mengaku sudah buta sejak usia belum genap setahun. Masa kecilnya ia lalui dengan penuh keprihatinan. Sang ibu meninggal dunia, kemudian disusul ayahnya juga berpulang ke Rahmatullah. Praktis menjadi anak yatim piatu.

Tahun 1977, Sunardi kali pertama menimba ilmu di pondok pesantren Narukan, Kragan. Setelah itu beberapa pondok pesantren dijelajahi, mulai di Surabaya, Tuban dan Malang, Jawa Timur. Kemampuan mengaji diperoleh selama 8 tahun di pondok pesantren tersebut, hingga bisa menghafalkan kitab suci Alqur’an.

Tiap kali gurunya membacakan ayat demi ayat Alqur’an, dirinya mengandalkan indera pendengaran dan olah pikir mata batin. 1 ayat dihafalkan setengah sampai 1 jam, dan begitu seterusnya.

“Kenapa saya bisa menghafalkan kitab suci Alqur’an, wallahualam ya, yang tahu Allah SWT. Saya meyakini manusia punya 2 mata, mata jasmani dan mata batin. Kadang ketika mata jasmani tidak bisa melihat, mata batinnya jelas. Waktu itu tiap mbah yai habis melafalkan ayat, 1 atau 2, langsung saya pelajari, “ ujarnya.

Mulai tahun 1985, Sunardi balik ke kampung halamannya di Desa Pandangan Wetan, sekaligus membina bahtera rumah tangga. Berbekal ilmu dari pondok pesantren, ia menjadi guru mengaji. Pernah pula mengikuti Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat Jawa Tengah, berhasil menggondol juara II.

Pria dua anak ini mengatakan tidak pernah menyesali, Allah SWT menggariskan dirinya buta. Semua dianggapnya biasa – biasa saja. Justru berulang kali memanjatkan rasa syukur, karena semakin banyak kenikmatan yang didapatkan sekarang. Termasuk nikmat bisa berkeluarga.

“Mohon maaf banyak kan orang buta minta – minta, alhamdulilah saya tidak begitu. Saya bersyukur sekali, saya punya anak dan isteri, mau merawat saya. Anak saya yang pertama kebetulan juga sudah hafidzah. Kalau semua disyukuri, insyaallah nikmat Allah SWT akan bertambah, “ imbuhnya.

Sementara itu di kalangan masyarakat Desa Pandangan Wetan dan sekitarnya, Sunardi dikenal sebagai sosok pribadi yang baik, ramah dan semangat menjalani hidup. Meski memiliki keterbatasan fisik, namun tidak menghalanginya untuk memberikan sumbangsih bagi lingkungan. Sebuah semangat yang terkadang tidak dilakukan oleh orang dengan fisik normal sekalipun. (MJ – 81).

News Reporter

Tinggalkan Balasan